Nairobi (ANTARA) - Sebelas negara di Afrika timur dan selatan saat ini mengalami peningkatan eksponensial dalam kasus kolera di tengah lonjakan kematian, kata Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Jumat (10/3).

UNICEF mengatakan 11 negara mengalami wabah kolera yang sangat mengkhawatirkan dengan 67.822 kasus dan perkiraan 1.788 kematian.

Disebutkan pula bahwa angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena keterbatasan dalam sistem pengawasan, pelaporan kasus dengan jumlah lebih sedikit, dan stigma menghambat pemantauan.

Wakil Direktur Regional UNICEF Lieke van de Wiel mengatakan kualitas air dan sanitasi yang buruk, peristiwa cuaca ekstrem, konflik yang sedang berlangsung, dan sistem kesehatan yang lemah memperparah dan membahayakan nyawa anak-anak di seluruh Afrika bagian selatan.

"Kami pikir wilayah ini tidak akan menghadapi wabah kolera yang meluas dan mematikan seperti ini di era ini," katanya dalam pernyataan yang dirilis di Nairobi, ibu kota Kenya.

UNICEF sedang mengajukan permohonan bantuan sebesar 150 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.438) untuk seluruh 11 negara yang dilanda wabah kolera di kawasan itu, termasuk 34,9 juta dolar untuk Malawi dan 21,6 juta dolar untuk Mozambik, guna menyediakan layanan penyelamatan nyawa bagi total 5,4 juta orang yang terdampak oleh wabah tersebut.

UNICEF mengatakan situasi kesehatan masyarakat memburuk dengan cepat, terutama di negara-negara yang terdampak paling parah.
Petugas lingkungan melakukan disinfeksi diri di rumah sakit Bwaila di Lilongwe, Malawi, 17 Januari 2023. (Foto: Roy Nkosi/Xinhua)


Menurut UNICEF, dua negara dengan beban terberat, yaitu Malawi dan Mozambik, memiliki total gabungan lebih dari 5,4 juta orang yang membutuhkan bantuan, yang mencakup lebih dari 2,8 juta anak-anak.

Bulan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa 22 negara di seluruh dunia saat ini sedang memerangi wabah kolera, jumlah yang kini meningkat menyusul kemunculan wabah-wabah tambahan.

Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan secara global, kasus kolera meningkat pada 2022 dan diperkirakan akan terus berlanjut tahun ini.

Van de Wiel mengatakan ini merupakan krisis kolera yang serius, dan semua tanda menunjukkan bahwa situasi akan menjadi jauh lebih buruk sebelum membaik.

"Kita membutuhkan investasi yang mendesak dan berkelanjutan untuk merespons wabah serta memperkuat sistem dan masyarakat agar lebih siap menghadapi situasi yang kemungkinan akan lebih parah di masa depan," katanya.

UNICEF mengatakan respons terpadunya di tingkat negara berfokus pada penyediaan air bersih dan sanitasi, pengolahan air, sabun cuci tangan, larutan garam rehidrasi oral, serta pesan keterlibatan komunikasi, perubahan perilaku, dan sosial.

UNICEF akan menyediakan intervensi nutrisi penyelamat hidup, termasuk skrining nutrisi, di semua unit perawatan kolera, melatih petugas layanan kesehatan untuk memberikan manajemen kasus yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian infeksi, dan membangun titik rehidrasi oral berbasis masyarakat untuk mencegah kasus kolera yang tidak parah berubah menjadi parah.