Cianjur (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mencatat sebanyak 488 orang lelaki seks lelaki (LSL) di daerah itu positif mengidap HIV/AIDS.

Dari 488 orang LSL tersebut, 168 orang diantaranya menjalani pengobatan, 320 orang tidak berobat, dan 21 lainnya meninggal dunia.

Sekretaris Dinkes Kabupaten Cianjur Yusman Faisal di Cianjur, Jumat, mengatakan selama delapan tahun terakhir sebagian besar pelaku seks menyimpang tersebut menutup diri dan hanya sebagian kecil yang berani terbuka dan menjalani pengobatan rutin setiap bulan.

Baca juga: Ada LSL di hampir semua kantor Pemerintah Kabupaten Cianjur

"LSL yang terdata ini yang sudah membuka diri dan bersedia menjalani tes, kemungkinan masih banyak lagi LSL di Cianjur, karena ini data LSL yang sudah membuka diri, menjalani tes, dan positif pengidap HIV/AIDS," katanya.

Sedangkan jumlah LSL di Cianjur, tutur dia, hingga saat ini belum terdata secara pasti, namun pihaknya memastikan jumlahnya lebih dari ratusan orang. Hanya saja, pihaknya fokus menangani yang sudah positif HIV/AIDS, memfasilitasi pengobatan agar virusnya tidak cepat berkembang.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Cianjur Hilman mengaku hingga saat ini pihaknya belum memiliki data pasti jumlah LSL di Cianjur, namun data kasar yang sempat dikantongi jumlahnya lebih dari seribu-an orang dan 488 diantaranya mengidap HIV/AIDS.

"Mereka yang sudah membuka diri menuturkan jumlah LSL di Cianjur cukup banyak, namun mereka tidak berani menyebut angka, sedangkan data yang muncul hanya sedikit dibandingkan data asli yang belum terungkap," katanya.

Baca juga: Pemkab Cianjur keluarkan surat edaran pencegahan LGBT

Baca juga: Lensa catat 617 gay baru di Cianjur selama Januari-Juli


Untuk mencegah pelaku penyimpangan seksual, kata Hilman, terus bertambah dan perlu peran serta semua pihak, mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat dan agama, hingga masyarakat umum. Pembinaan dan pencegahan sejak dini agar anak tidak salah bergaul.

"Kami akan melakukan pembinaan ke sekolah-sekolah agar siswa menjauhi perbuatan yang dilarang agama dan norma kehidupan, karena dari perilaku tersebut, mereka dapat tertular penyakit yang belum ada obatnya dan berakhir pada kematian," kata Hilman.