Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri RI membantah isu seorang jenderal militer Indonesia diutus untuk berdialog dengan junta Myanmar.

“Pada saat ini tidak ada upaya diplomasi yang dilakukan oleh jenderal,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Kemlu RI Sidharto Suryodipuro dalam pengarahan media di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, upaya diplomasi yang ditempuh Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini adalah berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar sehingga tidak hanya dengan junta.

“Upaya tersebut dilakukan secara quiet diplomacy (diplomasi senyap), karena hanya melalui cara itulah akan diperoleh gambaran mengenai adanya ruang negosiasi. Kalau disampaikan secara publik, ruang diplomasi menjadi sangat sempit,” ujar Sidharto.

Dalam diplomasi itu, Indonesia kembali mengirimkan pesan tentang pentingnya penghentian kekerasan, penyaluran bantuan kemanusiaan, dan perlunya dialog politik yang inklusif yang melibatkan semua pihak di Myanmar, sambung Sidharto.

Seruan tersebut sesuai dengan Konsensus Lima Poin yang dimandatkan para pemimpin ASEAN untuk membantu Myanmar menyelesaikan krisis politik yang dipicu kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih negara itu pada Februari 2021.

Sidharto menegaskan bahwa Myanmar adalah negara anggota ASEAN dan sejauh ini tidak pernah ada pembahasan mengubah status keanggotaan negara ini sekalipun sejak junta mengambil alih kekuasaan di Myanmar, ASEAN sepakat tidak mengundang perwakilan politik dari negara itu dalam pertemuan-pertemuannya.

Baca juga: Jokowi: Indonesia akan kirim jenderal ke Myanmar, bicara dengan junta

“Partisipasi Myanmar dalam KTT dan dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri dilakukan oleh perwakilan non politis,” kata Sidharto.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengungkapkan rencana Indonesia mengirimkan seorang jenderal guna berbicara dengan para pemimpin junta Myanmar.

Indonesia berharap bisa menunjukkan kepada militer Myanmar tentang bagaimana Indonesia berhasil melakukan transisi menuju demokrasi.

"Ini soal pendekatan. Kita punya pengalaman, di Indonesia situasinya (pernah) sama. Pengalaman ini bisa ditelaah, bagaimana Indonesia memulai demokrasinya," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan Reuters di Jakarta, awal Februari lalu.

Jokowi menyatakan tidak mengesampingkan kemungkinan langsung mengunjungi Myanmar, tetapi dialog mungkin bisa lebih mudah dibangun antara pejabat dari latar belakang yang sama.

Dia menolak menyebutkan nama jenderal yang akan dikirim "sesegera mungkin" ke Myanmar, tetapi menegaskan tokoh ini terlibat dalam reformasi Indonesia.

Baca juga: Saatnya Indonesia selesaikan masalah Myanmar