Surabaya (ANTARA) - Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya menetapkan perusahaan listrik PT Lombok Energy Dynamics (LED) dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU sementara selama 45 hari.

"Mengadili, mengabulkan permohonan PKPU sementara. Menetapkan PT LED dalam keadaan PKPU sementara selama 45 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan," kata Ketua Majelis Hakim Taufan Mandala di Surabaya, Jumat.

Pemohon perkara ini adalah perusahaan konstruksi PT Graha Benua Etam (GBE) yang mengerjakan pembangunan gudang batu bara di perusahaan listrik swasta yang berpusat di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada 2018 hingga 2021.

Namun, PT LED selaku pemberi proyek hingga kini lewat jatuh tempo belum melunasi pembayaran jasa konstruksi yang seluruhnya telah dikerjakan senilai Rp27 miliar.

Majelis Hakim dalam sidang yang berlangsung secara daring atau elektronik (e-court) menyatakan termohon PT LED selaku debitur dalam proses PKPU tersebut juga memiliki kreditur selain PT GBE, yaitu CV Citra.

PT LED tercatat memiliki utang atas suplai batu bara yang belum dibayar kepada CV Citra sejak tahun 2020 senilai Rp21 miliar.

Total terhadap kedua kreditur tersebut PT LED memiliki piutang senilai Rp48 miliar yang dinyatakan telah jatuh tempo dan dapat ditagih hingga proses PKPU dinyatakan selesai.

Majelis hakim telah menunjuk hakim pengawas dan sejumlah pengurus selama proses PKPU.

Kuasa Hukum PT GBE M. Ikhwan Rausan Fikri saat dikonfirmasi mengaku bersyukur atas permohonan PKPU yang telah dikabulkan oleh majelis hakim.

"Kami berharap selama masa PKPU sementara bisa dimaksimalkan oleh PT LED untuk menyusun proposal perdamaian dengan sebaik mungkin," ujarnya.

Ikhwan mengapresiasi sidang perkara PKPU dan Kepailitan yang diajukan PT GBE masuk dalam proyek percontohan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam penerapan sidang secara e-court.

"Majelis hakim sejak awal menyatakan sejumlah tahapan sidang dilaksanakan secara e-court, yang telah disepakati oleh pemohon maupun termohon," katanya.

Diakuinya, penerapan sidang e-court belum bisa dilaksanakan secara maksimal karena mengandalkan jaringan internet.

"Pada saat sidang putusan sempat terjadi down internet sehingga sempat beredar opini negatif terkait persidangan perkara tersebut. Dalam hukum acara, putusan majelis hakim memang harus dibacakan, tapi ada peraturan lain dari Mahkamah Agung yang menerangkan bahwa sidang e-court sama kuatnya dengan persidangan majelis hakim saat dibacakan di muka umum," kata Ikhwan.