Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta agar Program Percepatan Penurunan Angka Prevalensi Stunting menjadi sebuah gerakan nasional dalam masyarakat saat ini.

“Alhamdulillah, saya rasa stunting sudah menjadi gerakan nasional. Sudah menjadi bagian dari kesadaran masyarakat luas bukan hanya instansi bukan hanya aparat, tetapi semua orang bicara stunting,” kata Muhadjir saat memberikan arahannya dalam Rakornis BKKBN 2023 di Jakarta, Selasa.

Muhadjir menuturkan bahwa partisipasi dari semua pihak merupakan hal penting, supaya program percepatan penurunan stunting bisa tumbuh mendarah daging dalam pikiran dan hati masyarakat.

Hal tersebut dapat dimulai pada intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang menjadi masa krusial bagi kehidupan seorang manusia. Masa tersebut harus dioptimalkan baik pemberian asupan gizi maupun kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang.

Baca juga: Menko PMK apresiasi penanganan stunting di Kalimantan Utara

Baca juga: Menko PMK: 1.000 Hari Pertama Kehidupan anak jangan ada yang terlewat


Kewaspadaan terhadap stunting, katanya, juga harus ditingkatkan karena terdapat data dari Bank Dunia di tahun 2019, yang menyatakan sebesar 54 persen angkatan kerja produktif di Indonesia merupakan mantan anak yang terkena stunting.

“Kalau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita sekarang kualitasnya masih belum bagus, itu tidak cukup banyak di dari segi pendidikan, dari segi kesehatan. Tetapi harus dimulai dari sektor yang hulu, kita lebih dari menyiapkan generasi ke depan yang jauh lebih baik jangan seperti (angkatan) kita,” katanya.

Oleh karenanya Muhadjir berharap bila program tersebut menjadi gerakan nasional, tidak ada satu pun lagi keluarga atau pihak lain yang abai terhadap stunting.

“Itulah kenapa Bapak Presiden (minta) penurunan stunting ini ditangani betul. Kalau ini sudah menjadi gerakan dan akan menjadi pandangan kita semua, maka Insya Allah (pengentasan stunting) akan berjalan (lebih maksimal),” katanya.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menambahkan dalam data Kementerian Kesehatan Tahun 2022 lalu, menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan stunting adalah pemberian ASI ibu sebanyak 96,4 persen, sumber protein hewani 69,9 persen, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 60,1 persen, konseling gizi sebanyak 32 persen, sumber susu dan olahan 30,1 persen, dan ASI eksklusif 16,7 persen.

Oleh karenanya, fokus intervensi yang dilakukan BKKBN untuk menurunkan stunting adalah dari masa pra-nikah, ibu hamil dan 1.000 HPK sesuai arahan dari Presiden RI Joko Widodo dan Menko PMK.

Hasto menilai keterlibatan semua pihak sangat mempengaruhi percepatan penurunan stunting. Meski demikian, tetap perlu memperhatikan hal-hal yang diperlukan oleh anak misalnya menggencarkan sosialisasi terkait pentingnya kebutuhan protein hewani.

“Saya kira tetap perlu diperhatikan karena ASI masih menjadi bagian yang penting, kemudian protein hewani, tidak harus mahal mahal protein hewani, ASI adalah barang yang cukup murah, lele lebih baik daripada daging sapi, lele juga sudah cukup, ikan kembung juga sudah cukup tidak perlu ikan ikan impor yang mahal,” kata Hasto.*

Baca juga: Intervensi terpadu bisa turunkan kemiskinan ekstrem dan stunting

Baca juga: BKKBN gelar Rakornis 2023 optimalkan peran mitra turunkan stunting