Jakarta (ANTARA) - Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil hanya Rp5,23 juta per tahun.

“Yang bukan skala kecil rata-rata Rp22,98 juta per tahun,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah dalam acara Diseminasi dan Diskusi Hasil Survei BPS terkait SITASI, di Jakarta, Selasa.

Habibullah menjelaskan petani skala kecil adalah petani yang distribusi luas lahannya berada pada 40 persen terbawah dari distribusi luas lahan yang dihasilkan dari seluruh responden (dalam satuan hektare).

Kemudian dari distribusi total pendapatan, petani skala kecil berada di 40 persen terbawah distribusi total pendapatan produksi pertanian dari seluruh responden.

“Dari 300 ribu sample kami menemukan 72,19 persen petani skala kecil,” ujarnya pula.

Petani skala kecil tersebut sebanyak 58,18 persennya berada di Pulau Jawa. Lalu diikuti oleh Pulau Sumatera sebanyak 20,29 persen, Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 7,45 persen. Kemudian sebanyak 6,89 persen berada di Sulawesi, 4,41 persen di Pulau Kalimantan, dan 2,78 persen berada di Pulau Maluku dan Papua.

Sebaran petani skala kecil tersebut cenderung homogen, namun khusus Pulau Jawa cukup timpang dengan persentase mencapai 20,08 persen di Jawa Timur, lalu 18,13 persen di Jawa Tengah, dan Jawa Barat 14,85 persen. Sedangkan sisanya hanya di bawah 3 persen.

Kemudian, lima provinsi dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja petani skala kecil tertinggi adalah Riau dengan pendapatan Rp310.747 per hari kerja, lalu diikuti Jawa Tengah dengan Rp298.893, Lampung Rp297.295, Kalimantan Utara Rp286.096 serta Bengkulu dengan Rp270.930.

Sedangkan provinsi dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja petani skala kecil terendah adalah Papua dengan Rp60.584, lalu Kalimantan Selatan dengan Rp 87.797, DKI Jakarta Rp105.385, Sulawesi Tengah Rp110.190 serta NTT Rp116.543.

Adapun untuk pendapatan bersih petani skala kecil tertinggi terdapat di Lampung dengan Rp7.973.787 per tahun, Bengkulu Rp7.916.390, dan Kalimantan Barat Rp7.527.884.

Lalu pendapatan tahunan terendah di NTB dengan Rp1.68.708, DKI Jakarta, Rp2.372.501, dan Gorontalo dengan pendapatan Rp2.738.305 per tahun.

“Banyak hal yang bisa dianalisis dari data ini, soal ketimpangan petani, distribusi pendapatan dan dikaitkan dengan gini rasio,” ujarnya pula.
Baca juga: Pendapatan petani di lumbung pangan Kalteng meningkat
Baca juga: Pendapatan petani padi sawah di Lebak semakin meningkat