Berlin (ANTARA) - Jerman terancam mengalami kerugian hingga 900 miliar euro (1 euro = Rp16.292) pada 2050 akibat dampak berbagai kerusakan terkait perubahan iklim terhadap perekonomiannya, menurut sebuah studi yang dirilis pada Senin (6/3).

Bahkan skenario kasus terbaik yang hanya memperhitungkan kenaikan moderat pada suhu memperkirakan kerugian mencapai sekitar 280 miliar euro selama periode yang sama, menurut studi yang dilakukan bersama oleh Kementerian Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) dan Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, Keselamatan Nuklir, dan Perlindungan Konsumen (BMUV) Jerman.

Selain efek yang dapat diukur secara finansial, akan ada "banyak gangguan kesehatan, kematian akibat gelombang panas dan banjir, tekanan pada ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penurunan kualitas hidup," menurut dua kementerian tersebut.

"Perubahan iklim sudah menimbulkan konsekuensi ekonomi yang parah saat ini," kata Menteri Negara untuk urusan parlementer Jerman Stefan Wenzel.

"Setiap euro yang diinvestasikan dalam upaya perlindungan iklim akan mengurangi biaya ekonomi yang dapat muncul di kemudian hari akibat berbagai kejadian ekstrem."

Pada Senin, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Jerman Leopoldina menyerukan kepada pemerintah agar mempercepat transformasi sistem energi negara itu demi membantu tercapainya target iklim Paris baik di Jerman maupun Eropa.

"Penting juga untuk menyiapkan teknologi yang memungkinkan hal tersebut di seluruh dunia," kata akademi itu.
"Perubahan iklim sudah menimbulkan konsekuensi ekonomi yang parah saat ini," kata Stefan Wenzel, menteri negara untuk urusan parlementer Jerman. "Setiap euro yang diinvestasikan dalam upaya perlindungan iklim akan mengurangi biaya ekonomi yang dapat muncul di kemudian hari akibat berbagai kejadian ekstrem." Pada Senin, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Jerman Leopoldina menyerukan kepada pemerintah agar mempercepat transformasi sistem energi negara itu demi membantu tercapainya target iklim Paris baik di Jerman maupun Eropa. "Penting juga untuk menyiapkan teknologi yang memungkinkan hal tersebut di seluruh dunia," kata akademi itu.


Badai, banjir, dan bencana alam lainnya menimbulkan kerugian senilai 270 miliar dolar AS (1 dolar = Rp15.301) di seluruh dunia pada 2022, menurut data yang dirilis oleh perusahaan reasuransi Jerman Munich Re baru-baru ini. Meskipun angka tersebut lebih rendah dibandingkan pada 2021, tren dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan kerugian yang stabil, kata perusahaan itu.

"Perubahan iklim memakan semakin banyak korban," kata anggota dewan manajemen Munich Re, Thomas Blunck dalam sebuah pernyataan. Menurut Blunck, kerugian pada 2022 sebagian besar disebabkan oleh berbagai kejadian yang lebih intens atau terjadi lebih sering dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Jerman menargetkan untuk mencapai netralitas iklim pada 2045, sebagian dengan meningkatkan porsi sumber energi terbarukan dalam konsumsi listrik kotor dari semula sekitar 44 persen pada 2022 menjadi sedikitnya 80 persen pada 2030.

Transisi energi di perekonomian terbesar Eropa itu "tidak membuat kemajuan yang cukup cepat," menurut temuan studi yang dirilis pada Februari lalu oleh Asosiasi Industri Energi dan Air Jerman (BDEW) dan perusahaan konsultan Ernst and Young (EY). Khususnya, peluncuran teknologi energi terbarukan masih berjalan "terlalu lambat," sebut studi itu sebagaimana Xinhua.