Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membeberkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kasus kematian manusia akibat infeksi virus H51 penyebab flu burung yang terbanyak di dunia.

“Jadi flu burung juga harus diwaspadai karena yang sakit itu hewannya, tapi dia bisa menular ke manusia,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam Siaran Sehat yang diikuti di Jakarta, Senin.

Imran membeberkan berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak kasus flu burung ditemukan pada tahun 2003 hingga 2023, ada 871 kasus terkait flu burung pada manusia.

Dari jumlah tersebut, telah ditemukan terjadi 458 kematian akibat flu burung pada manusia. Sayangnya, 168 di antaranya terjadi di Indonesia dan menjadikannya sebagai negara dengan kematian manusia akibat flu burung terbanyak di dunia.

Jumlah tersebut, disusul oleh Mesir 120 kematian, Vietnam 64 kematian, Kamboja 38 kematian dan China 32 kematian merujuk dari data yang sama.

“Semua kasus yang terpapar unggas terinfeksi, berasal dari kontak langsung,” kata Imran.

Baca juga: Reisa: Kebersihan kelola daging unggas kunci cegah stunting

Imran kemudian menjelaskan bahwa flu burung sendiri termasuk ke dalam penyakit zoonosis atau penyakit yang berasal dari hewan dan bisa menulari manusia. Biasanya, penyakit tersebut berasal dari kucing, anjing atau kelelawar. Namun, flu burung disebabkan oleh unggas yang terinfeksi.

Cara penularannya patut diwaspadai, sebab penularan dapat terjadi akibat adanya kontak langsung dengan sekret atau tinja binatang yang terinfeksi. Kemudian penularan pun bisa melalui udara, utamanya yang tercemar oleh virus influenza.

Berbagai benda yang telah terkontaminasi virus pun, juga bisa menularkan ke manusia. Dimana masa inkubasi penularan terjadi dalam kurun waktu satu sampai tujuh hari. Dengan rata-rata penularannya tiga hingga lima hari.

“Saat ini terdapat tujuh varian utama (clade), dengan 38 sub-clade, dimana 21 di antaranya dilaporkan pada manusia,” ujar Imran.

Oleh karenanya, Imran mengimbau masyarakat untuk terus waspada terhadap zoonosis dan memahami gejala dari infeksi flu burung pada manusia.

Adapun beberapa gejala yang dirinya sebutkan adalah mengalami demam lebih dari 38 derajat Celcius, lemas, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri perut, nyeri dada dan diare.

“Utamanya pasien mempunyai riwayat dengan unggas yang sakit atau mati mendadak,” katanya.

Ia menekankan setelah merasakan gejala, penyakit dapat berkembang sangat cepat menjadi penyakit paru berat dengan sesak nafas, pneumonia, sindrom distres pernafasan akut dan perubahan neurologis (perubahan mental atau kejang).

Dengan demikian, Imran meminta setiap pihak untuk secara komprehensif bekerja sama menjaga kesehatan juga lingkungan, serta menerapkan prinsip one health (satu sehat) supaya flu burung tidak menyebar semakin meluas di Indonesia maupun secara global.

Imran juga meminta bagi pihak yang mengalami gejala, untuk tidak merasa takut dan mencegah kepanikan dalam masyarakat. Utamakan segera membawa pihak yang diduga terinfeksi, sehingga bisa segera dilakukan tata laksana yang sesuai dengan diagnosa di fasilitas kesehatan.

“Tentu saja penyakit zoonosis ini meskipun tidak terlalu banyak membunuh seperti COVID-19 ya, tetapi dampaknya terhadap ekonomi kita cukup besar, terutama bagi para peternak,” katanya.

Baca juga: Reisa: Terapkan pola hidup sehat dan bersih cegah flu burung meluas