Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pemilu bisa merusak hukum dan tata negara.

"Putusan PN Jakarta Pusat ini sangat merusak hukum dan tata negara yang sudah berjalan selama ini," kata Mahyudin melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Hal tersebut disampaikan menanggapi putusan PN Jakarta Pusat yang meminta penundaan pemilu sampai Juli 2025. Senator asal Kalimantan Timur tersebut menilai putusan hakim itu janggal karena bukan kewenangan pengadilan negeri untuk menangani perkara proses pemilu.

"Semua gugatan terkait keputusan dan penyelenggaraan pemilu seharusnya ditujukan kepada KPU," ujarnya.

Baca juga: Wapres Ma'ruf: Tahapan pemilu tetap berlanjut
Baca juga: KPU tegaskan keputusan KPU tentang parpol peserta pemilu tetap sah


Jika tidak bisa, kata dia, maka hal itu dibawa ke Bawaslu RI yang berwenang memutuskan siapa yang benar atau salah. Putusan Bawaslu ini pun, katanya, masih bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Karena putusan PN Jakarta Pusat dinilai bisa merusak hukum dan tata negara, katanya, maka pihaknya meminta KPU untuk melakukan banding.

"Kita meminta KPU melakukan banding terhadap keputusan PN Jakarta Pusat karena secara logika hukum dan tata negara putusan ini aneh dan mudah dipatahkan," katanya.

Apalagi, katanya, pelaksanaan pemilu telah diatur sendiri di dalam undang-undang pemilu dan disebutkan di dalam konstitusi terkait penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali dan bersifat nasional.

"Jadi, proses hukum dan tata negara penundaan pemilu itu bukan wewenang pengadilan negeri di mana pun," ujarnya.

Mengacu UU Pemilu, papar dia, maka penundaan pemilu hanya bisa dilakukan KPU untuk daerah-daerah tertentu yang mengalami masalah spesifik, seperti bencana alam dan lain sebagainya.