Lebih lanjut, ia menyampaikan berdasarkan skema kontestasi politik, penindakan terhadap sengketa sebelum hari pemungutan suara dalam pemilu yang berdimensi administratif seharusnya menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan demikian, ujar Atang, PN Jakpus seharusnya menyatakan gugatan Partai Prima tidak dapat diterima.
"Seharusnya, PN Jakpus menyatakan gugatan tidak dapat diterima, tetapi justru diterima," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu RI: TBaca juga: TII nilai hakim PN Jakpus salah terapkan hukum soal penundaan pemiluunda pemilu tak mungkin dilakukan hanya dengan putusan PN
Di samping itu, ia juga menyampaikan gugatan perdata tersebut menggunakan dasar perbuatan melawan hukum, padahal Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 menyatakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pejabat pemerintahan, termasuk keputusan KPU selain penetapan perolehan suara, merupakan perbuatan pemerintahan yang menjadi domain peradilan tata usaha negara.Baca juga: Bawaslu RI: TBaca juga: TII nilai hakim PN Jakpus salah terapkan hukum soal penundaan pemiluunda pemilu tak mungkin dilakukan hanya dengan putusan PN
Menurut Atang, putusan PN Jakpus menunjukkan bahwa hakim melakukan "ultra petita", yakni menjatuhkan putusan yang melebihi dari hal yang dimohonkan.
Ia berpendapat putusan perkara itu seharusnya terkait dengan perbuatan KPU terhadap penggugat dalam tahapan pemilu yang dimohonkan, bukan berakibat pada seluruh tahapan pemilu.
"Ini sangat berbahaya dan gejala turbulensi yustisial jika dibiarkan secara liar dalam penegakan hukum dan keadilan," katanya.Ia berpendapat putusan perkara itu seharusnya terkait dengan perbuatan KPU terhadap penggugat dalam tahapan pemilu yang dimohonkan, bukan berakibat pada seluruh tahapan pemilu.
Oleh karena itu, Atang pun menilai Badan Pengawas Mahkamah Agung harus melakukan pemeriksaan terhadap orkestrasi yustisial hakim di PN Jakpus.
Baca juga: DEEP nilai putusan PN Jakpus melawan konstitusi
"Persoalan ini terkait dengan kompetensi absolut dan penyimpangan norma yang sudah jelas dan tegas serta imperatif diatur dalam undang-undang dan konstitusi," ujar dia.Baca juga: DEEP nilai putusan PN Jakpus melawan konstitusi
Ia mengatakan pula dua kekuasaan besar yang diberi tanggung jawab menegakkan hukum dan keadilan, yaitu MA dan Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan tidak diberikan kewenangan untuk melakukan penundaan pemilu.
"Tapi anehnya, peradilan yang berada di bawah MA malah merobek konstitusi sehingga telah menodai demokrasi yang menjadi komitmen kebangsaan," ujarnya.
Selanjutnya, Atang berharap proses banding yang akan dilaksanakan oleh KPU RI dikawal oleh seluruh elemen bangsa agar tidak berakhir memberikan preseden buruk bagi demokrasi dan penodaan terhadap kedaulatan rakyat.
Baca juga: KPU tegaskan keputusan KPU tentang parpol peserta pemilu tetap sah
Baca juga: KPU RI ajukan banding terhadap putusan PN Jakpus terkait Pemilu 2024
Baca juga: KPU tegaskan keputusan KPU tentang parpol peserta pemilu tetap sah
Baca juga: KPU RI ajukan banding terhadap putusan PN Jakpus terkait Pemilu 2024