Flu burung dapat berkembang cepat jadi penyakit paru berat
2 Maret 2023 16:22 WIB
Petugas kesehatan hewan Dinas Peternakan Provinsi Aceh memeriksa kesehatan ayam di kandang milik warga, Desa Peukan Bilue, Kecamatan Darul Kamal, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (2/3/2023). Dinas Peternakan Provinsi Aceh melakukan disinfektan, pemeriksaan kesehatan, dan memantau ke sejumlah usaha peternak unggas dalam upaya pencegahan penyakit flu burung. ANTARA FOTO/Ampelsa/tom. (ANTARA FOTO/AMPELSA)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dr Dwi Oktavia, M.Epid mengatakan bahwa penyakit flu burung pada manusia dapat berkembang cepat menjadi penyakit paru berat.
"Penyakit ini dapat berkembang cepat di manusia yang menyebabkan gambaran pneumonia sampai terjadinya sindrom gangguan pernapasan akut," kata Dwi dalam webinar, Kamis.
Dwi yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menambahkan, flu burung juga dapat menyebabkan perubahan neurologis berupa perubahan mental atau kejang, hingga menyebabkan kematian.
Baca juga: Penularan flu burung ke manusia jarang terjadi namun tetap berisiko
Dwi menjelaskan, flu burung merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1 yang bersifat zoonosis atau dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
"Kebanyakan kasusnya pada unggas. Mungkin salah satu yang perlu kita waspadai dari pengalaman di masa lalu adalah bagaimana unggas ini kehidupannya sangat dekat manusia," ujar Dwi.
Virus H5N1 sendiri tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) sehingga sangat menimbulkan sakit berat.
Pada manusia, gejala infeksi H5N1 dapat meliputi demam melebihi 38 derajat celcius, lemas, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri perut, nyeri dada, dan diare.
"Secara umum memang mirip dengan virus influenza lain dan COVID-19. Tapi yang penting, yang dapat menjadi kunci adalah flu burung ini kalau ada riwayat kontak dengan unggas sakit atau mati mendadak," jelas Dwi.
Jika berkaca pada kasus flu burung periode 2005 hingga 2011 di DKI Jakarta, Dwi mengatakan interval waktu antara gejala awal sampai pasien meninggal dunia kebanyakan antara 7-9 hari.
"Kita melihat waktu yang cukup pendek untuk kesempatan mendiagnosis sampai dengan meninggal. Ini juga mungkin karena saat didiagnosis, kondisinya sudah cukup buruk," kata Dwi.
Dwi kemudian memberikan pesan kepada masyarakat untuk tidak panik terhadap maraknya kabar mengenai flu burung, namun tetap harus waspada. Lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menjaga kebersihan lingkungan, memasak bahan makanan sampai matang sempurna, membersihkan kandang unggas dengan desinfektan minimal seminggu sekali.
"Jika ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah banyak, laporkan ke lurah atau camat dan perwakilan Dinas KPKP," ujar Dwi.
Selain itu, ia menambahkan, masyarakat harus segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami demam dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan riwayat kontak erat dengan unggas yang sakit atau mati mendadak.
Baca juga: Upaya yang dapat dilakukan untuk cegah penularan flu burung di pasar
Baca juga: Dinkes DKI mitigasi risiko penularan flu burung
Baca juga: Cegah flu burung dengan biosekuriti 3-zona di peternakan
"Penyakit ini dapat berkembang cepat di manusia yang menyebabkan gambaran pneumonia sampai terjadinya sindrom gangguan pernapasan akut," kata Dwi dalam webinar, Kamis.
Dwi yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menambahkan, flu burung juga dapat menyebabkan perubahan neurologis berupa perubahan mental atau kejang, hingga menyebabkan kematian.
Baca juga: Penularan flu burung ke manusia jarang terjadi namun tetap berisiko
Dwi menjelaskan, flu burung merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1 yang bersifat zoonosis atau dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
"Kebanyakan kasusnya pada unggas. Mungkin salah satu yang perlu kita waspadai dari pengalaman di masa lalu adalah bagaimana unggas ini kehidupannya sangat dekat manusia," ujar Dwi.
Virus H5N1 sendiri tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) sehingga sangat menimbulkan sakit berat.
Pada manusia, gejala infeksi H5N1 dapat meliputi demam melebihi 38 derajat celcius, lemas, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri perut, nyeri dada, dan diare.
"Secara umum memang mirip dengan virus influenza lain dan COVID-19. Tapi yang penting, yang dapat menjadi kunci adalah flu burung ini kalau ada riwayat kontak dengan unggas sakit atau mati mendadak," jelas Dwi.
Jika berkaca pada kasus flu burung periode 2005 hingga 2011 di DKI Jakarta, Dwi mengatakan interval waktu antara gejala awal sampai pasien meninggal dunia kebanyakan antara 7-9 hari.
"Kita melihat waktu yang cukup pendek untuk kesempatan mendiagnosis sampai dengan meninggal. Ini juga mungkin karena saat didiagnosis, kondisinya sudah cukup buruk," kata Dwi.
Dwi kemudian memberikan pesan kepada masyarakat untuk tidak panik terhadap maraknya kabar mengenai flu burung, namun tetap harus waspada. Lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menjaga kebersihan lingkungan, memasak bahan makanan sampai matang sempurna, membersihkan kandang unggas dengan desinfektan minimal seminggu sekali.
"Jika ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah banyak, laporkan ke lurah atau camat dan perwakilan Dinas KPKP," ujar Dwi.
Selain itu, ia menambahkan, masyarakat harus segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami demam dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan riwayat kontak erat dengan unggas yang sakit atau mati mendadak.
Baca juga: Upaya yang dapat dilakukan untuk cegah penularan flu burung di pasar
Baca juga: Dinkes DKI mitigasi risiko penularan flu burung
Baca juga: Cegah flu burung dengan biosekuriti 3-zona di peternakan
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Tags: