Bandarlampung (ANTARA) - Sebanyak 28 petani budi daya ikan kerapu yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kerapu Lampung (Fokkel) menggugat IPC Pelindo Panjang, Lampung, ke PN Tanjungkarang, Bandarlampung, terkait matinya ribuan ikan kerapu akibat pencemaran limbah oleh proyek IPC Pelindo pada beberapa waktu lalu.

Sidang gugatan tersebut dipimpin oleh Achmad Rifai selaku Ketua Majelis Hakim, Hendro Wicaksono, dan Samsumar Hidayat selaku hakim anggota.

"Hari ini, kita periksa terlebih dahulu berkas-berkas dari penggugat dan tergugat. Namun ada beberapa berkas surat kuasa yang tidak bisa diperlihatkan oleh pihak tergugat, sehingga sidang ditunda hingga 29 Maret 2023," kata Ketua Majelis Hakim, Achmad Rifai, di PN Tanjungkarang, Rabu.

Penundaan tersebut, selain tidak dapat ditunjukkannya surat kuasa dari pihak tergugat, kemudian masih adanya tergugat yang belum bisa hadir lantaran masih berada di Jakarta.

"Pada 29 Maret, kita lakukan panggilan kedua, semoga para pihak bisa bertemu dan bicara secara terbuka. Jika bisa damai, kenapa tidak, harapan kami tidak ada yang kalah, tapi menang semua," kata dia

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nasional, Sopian Sitepu mengatakan, hari ini merupakan sidang pertama untuk gugatan 28 korban petani kerapu terhadap Pelindo.

Selain menggugat Pelindo, lanjut dia, ada dua perusahaan dan satu perorangan yang turut tergugat terkait turut serta dalam melakukan pencemaran di proyek Pelindo yang mengakibatkan matinya ribuan ikan kerapu milik petani setempat.

"Ini sidang pertama gugatan korban Pelindo yang diwakilkan oleh LBH Nasional. Selain Pelindo ada dua perusahaan seperti PT Pengerukan Indonesia (Rukindo) dan PT Sarana Perkasa Konsultan, kemudian ada satu perorangan yang merupakan mantan Manajer Pelindo Cabang Lampung, Achmad Yoga Surya Darma," katanya.

Dalam gugatan tersebut, lanjut dia, 28 korban petani kerapu tersebut melakukan gugatan ke Pelindo dengan nilai kerugian akibat matinya budi daya ikan kerapu sebesar Rp50 miliar.

"Riil yang kita lihat kerugian atas proyek Pelindo ini mencapai Rp50 miliar, tapi kerugian lain seperti para korban tidak bisa lagi bertambak dan berusaha, sehingga terlantar yang memakan kerugian mencapai sebesar Rp500 triliun," kata dia.

"Kami sekarang dalam tahap mempercayakan sepenuhnya kepada pengadilan dan kami percaya pengadilan akan memberikan putusan seadil-adilnya," katanya lagi.

Salah satu korban petani ikan kerapu, M Ali Hamid berharap kepada majelis hakim untuk memutus para tergugat untuk bertanggungjawab atas kerugian yang telah diperbuat akibat proyek Pelindo.

"Secara hukum pidana mereka sudah terbukti bersalah, jadi saat ini kami betuk-betul minta agar semua dituntaskan mengingat kami sudah bertahun-tahun menderita. Kami percayakan kepada LBH Nasional untuk menjembatani kami untuk mendapatkan keadilan," katanya.