Jakarta (ANTARA) -
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menyayangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menerbitkan peraturan KPU (PKPU) yang mengatur tentang pelaksanaan sosialisasi peserta Pemilu 2024.

"Seharusnya, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara dapat mengatur hal ini. Oleh karena itu, cukup disayangkan ketika KPU tidak mengeluarkan PKPU yang mengatur sosialisasi sebelum masa kampanye Pemilu 2024," kata Arfianto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dia menilai hingga saat ini implementasi PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, yang menjadi alasan KPU tidak mengeluarkan PKPU tentang sosialisasi peserta pemilu, tidak berjalan secara efektif.

Sebelumnya, dalam acara diskusi media di Jakarta, Jumat (24/2), Anggota KPU RI August Mellaz mengungkapkan alasan KPU tidak menerbitkan PKPU baru yang mengatur sosialisasi oleh peserta Pemilu 2024.

Menurut August, Pasal 25 PKPU tentang Kampanye Pemilu itu telah memadai untuk mengatur sosialisasi tersebut. Pasal itu menyebutkan parpol peserta pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai dengan memasang bendera dan nomor urut parpol peserta Pemilu 2024.

Baca juga: Ketua KPU apresiasi putusan MK soal eks terpidana jadi calon DPD

Selain itu, parpol peserta pemilu juga boleh menggelar pertemuan terbatas dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat sehari sebelum kegiatan dilaksanakan.

Namun, Arfianto menjelaskan berdasarkan fakta di lapangan, selain partai politik, ternyata banyak pula bakal calon anggota legislatif (caleg) yang menyosialisasikan diri dengan memasang baliho atau alat peraga lain. Bahkan, tambahnya, ada juga yang memasang di media sosial.

Dengan demikian, hal tersebut memicu persaingan ketat di internal partai politik yang membuka ruang bagi para bakal caleg untuk berlomba memperkenalkan diri kepada pemilih. Bahkan, tambahnya, di satu sisi, ada sebagian bakal caleg yang telah memasang alat peraga cukup besar.

Para bakal caleg itu telah memperhitungkan untuk sosialisasi tanpa harus menunggu menjadi caleg, apalagi menunggu masa kampanye.

Baca juga: Bawaslu Kota Semarang tunggu kepastian regulasi soal kampanye
Namun demikian, ada pula bakal caleg yang tidak memiliki logistik besar, sehingga mereka memperhitungkan pengeluarannya dalam melalukan sosialisasi sebelum masa kampanye.

"Dampaknya, terjadi ketimpangan dalam kompetisi, di mana ada bakal caleg yang telah memulai terlebih dahulu sosialisasi dibandingkan bakal caleg lainnya. Padahal, jika mau melihat lebih jauh, tujuan dari sosialisasi sama dengan kampanye yaitu bagaimana menggiring pemilih untuk memilihnya," ujar Arfianto.

Terlepas dari keputusan KPU tidak mengeluarkan PKPU terkait sosialisasi, dia berharap ke depannya KPU membuat terobosan dengan mengatur lebih jelas terkait persaingan di antara peserta pemilu pada masa kampanye, salah satunya soal kampanye di media sosial.

Menurut Arfianto, pengaturan kampanye di media sosial memerlukan perhatian dan keseriusan lembaga penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu.

Hal tersebut bernilai penting mengingat perkembangan platform media sosial dan pengalaman di pemilu sebelumnya menunjukkan kampanye media sosial memicu peningkatan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Baca juga: KPU rumuskan kampanye politik adu gagasan dalam Pemilu 2024