Ambon (ANTARA) - Bagi sebagian orang, mengonsumsi teh ditemani kudapan ringan merupakan rutinitas pada pagi atau sore hari.
Berbagai macam varian teh mulai dari yang original, melati, hingga vanila, pun menemukan penikmatnya masing-masing.
Bahkan pada era gempuran kecanggihan teknologi di bidang kuliner, teh bisa diberikan perasa buah. Oleh sebab itu muncullah produk-produk olahan teh rasa buah yang biasanya dijajakan di toko swalayan.
Namun berbeda dengan hal itu, siapa sangka perpaduan rempah-rempah kering dari Maluku yang dicampurkan, bisa menjadi teh yang diklaim dapat menjaga kelembapan kulit hingga mencegah kolesterol.
Produk olahan rempah tersebut diberi nama "Teh Herbal Fatimah" hasil kreasi ibu rumah tangga di kawasan Batu Merah, Kota Ambon, Maluku.
"Teh", menurut orang Maluku, tak hanya diartikan sebagai minuman hasil olahan daun Camellia sinensis, yang mulai masuk dan ditanam di Indonesia pada abad ke-17.
Bagi orang Maluku, kata "teh" bisa bermakna air mineral, minuman, atau sarapan. Misalnya, "teh putih" yang artinya air mineral. Atau pertanyaan, "Sudah minum teh pada pagi hari?" Artinya, sudahkah Anda sarapan?
Itulah mengapa Rosdianti Rahman atau akrab disapa Dian menyebut produk rempah olahannya itu Teh Herbal Fatimah meskipun tak mengandung daun teh sama sekali.
Adapun penamaan Fatimah sendiri terinspirasi dari nama anak pertamanya yang dianggap membawa rezeki.
Teh herbal tersebut terbuat dari rempah-rempah seperti jahe, sereh, jeruk nipis, mahkota dewa, kayu manis, kunyit, lada hitam, dan cengkih.
Sebagian besar rempah itu diperoleh dari pasar terbesar di Ambon yaitu Pasar Mardika, kecuali cengkih dan mahkota dewa yang diambil dari kampung halamannya.
"Semuanya saya beli di pasar kecuali mahkota dewa dan cengkih yang ambil dari Seram," kata dia.
Dian mengaku olahan teh herbal itu dimulainya saat pandemi COVID-19 pada 2020.
"Awalnya hanya bikin untuk keluarga, lalu saya coba untuk bawa ke kantor dan ternyata banyak yang suka, kemudian disarankan untuk dijual," ungkapnya.
Dian memulai bisnisnya itu dengan membeli setiap bahan sebanyak 500 gram bermodalkan Rp300 ribu di Pasar Mardika.
"Itu saya beli jahe sedikit, kayu manis sedikit, dan semuanya serba-sedikit untuk modal awal," jelasnya.
Setelah bahan-bahan sudah terkumpul, semua itu kemudian dicincang dan dikeringkan di bawah sinar Matahari selama 1--2 hari.
Setelah kering, semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam kantong teh dan siap untuk diseduh.
Menggunakan kemasan bening sederhana yang dilabeli dengan stiker, Dian mampu meraup keuntungan dari penjualan per kemasan seharga Rp30 ribu untuk 10 kantong teh.
"Awalnya saya jual lewat online di Facebook, antar dari rumah ke rumah," kenangnya.
Tak hanya memproduksi dan menjaga kualitas produknya, sejak awal merintis Dian juga aktif mengikuti pelatihan-pelatihan yang digelar oleh Dinas Koperasi dan Disperindag Kota Ambon.
Mulai dari membuat NPWP, membuat sertifikasi halal, hingga peninjauan dari Dinas Kesehatan pun sudah dilalui hingga mendapatkan izin edar.
Dengan begitu ia mendapat kemudahan untuk mengolah, mengemas, dan memasarkan produk teh herbal miliknya.
Dian kemudian menyerahkan proposal ke Desa Batu Merah dan mendapat dukungan penuh hingga produknya menjadi produk unggulan desa.
Pemerintah desa pun membantunya dengan memberikan mesin pengering guna mempercepat proses produksi dan kemasannya pun diperbarui dengan kemasan pouch yang lebih menarik.
Sejak saat itu dia bersama ibu-ibu PKK di Batu Merah secara rutin memproduksi olahannya tersebut.
Cita rasa
Saat kemasan teh herbal itu dibuka, menguar semerbak wangi kayu manis, tajamnya aroma jahe, dan harumnya cengkih.
Ketika cangkir ukuran 30 mililiter disiapkan lalu teh herbal diletakkan di dalamnya, seduhan air panas pun membuat wanginya semakin tajam.
Diseruput saat masih panas-panas kuku, kombinasi cengkih, kayu manis, dan jeruk nipis terasa dominan terasa di lidah.
Saat ditelan, sensasi hangat menyisakan aroma jahe, lada hitam, dan sereh pun tercium samar-samar.
Diseduh dengan atau tanpa gula, cita rasa dan aroma teh herbal itu melekat di ingatan bagi yang pernah mencicipinya.
Testimoni orang-orang yang pernah mencicipi teh herbal tersebut sepakat mengatakan bahwa setelah mengonsumsi produk tersebut di malam hari, badan terasa segar dan buang air besar (BAB) pun jadi lancar.
"Badan terasa enteng, paginya BAB juga lancar," ujar salah satu konsumen teh herbal itu, Husrin.
Khasiat
Teh herbal tersebut diklaim berkhasiat dapat menyegarkan dan menambah kekebalan tubuh, menjaga stamina, menetralisasi racun, bakteri, serta meredakan flu dan meriang.
Kemudian mencegah kolesterol, meredakan peradangan, berfungsi sebagai antioksidan, menjaga kelembapan kulit, hingga mengurangi bau mulut.
Selain itu juga didaku dapat mengatasi nyeri saat menstruasi, melancarkan BAB, dan melancarkan peredaran darah.
Meski belum bisa meraup omzet puluhan juta rupiah setiap bulan, Dian optimistis seiring berjalannya waktu produknya akan dikenal.
Saat ini teh herbal itu sudah tersedia di salah satu gerai Bandar Pattimura, Kota Ambon.
Dian pun mulai merambah ke toko-toko swalayan terdekat di Kota Ambon.
"Meskipun kendalanya ada di promosi, kami dari PKK pasti akan membangun jaringan dan sinergi dengan pemerintah untuk memasarkan produk olahan rempah yang sehat ini," ujar Dian.
Kelompok PKK Batu Merah pun sering memasukkan teh herbal itu dalam daftar pameran UMKM pada berbagai ajang di Kota Ambon.
Bahkan saat ini dirinya tengah berupaya untuk memasarkan teh herbal tersebut menembus pasar internasional dengan menjalin komunikasi bersama pihak-pihak terkait.
"Saya punya cita-cita Teh Herbal Fatimah bisa diekspor dalam jumlah besar ke negara-negara pengimpor," tandasnya.
Oleh karena itu, ia berharap Pemerintah Kota Ambon hingga Pemerintah Provinsi Maluku bersedia membantu mewujudkan cita-citanya itu.
Artikel
Mereguk kenikmatan teh herbal Maluku yang membugarkan
Oleh Ode Dedy Lion Abdul Azis
27 Februari 2023 12:36 WIB
Teh herbal produk olahan rempah Maluku oleh Rosdianti Rahman bersama kelompok PKK Batumerah, Ambon, Maluku. ANTARA/DedyAzis
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023
Tags: