Pedagang Pasar Seni Sukawati mulai bangkit usai pencabutan PPKM
25 Februari 2023 13:10 WIB
Pedagang I Wayan Sike merapikan letak kerajinan dagangannya di Pasar Seni Sukawati, Gianyar, Bali. ANTARA/Pungkas Dwitanto.
Gianyar, Bali (ANTARA) - Pedagang kerajinan di Pasar Seni Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, kembali bangkit usai pemerintah mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM pada masa pandemi COVID-19.
"Dulu pas awal ada COVID, saya jualan catur bikinan sendiri, terus topeng, sama patung kayu, tapi tempatnya di luar. Terus, saya pindah ke dalam, tapi tamunya cuma sedikit yang masuk, kadang sampai tiga hari, nggak ada yang beli," kata I Wayan Sike, salah satu pedagang kerajinan di Pasar Seni Sukawati, Gianyar, Bali, Sabtu.
Ia mengaku bisnis penjualan kerajinan yang dijalankan selama 25 tahun itu hampir bangkrut akibat adanya pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Di masa pandemi itu, Wayan sering menutup tokonya karena tidak ada pengunjung yang datang, sehingga lebih memilih untuk menjalankan usahanya di rumah.
Dibukanya kembali penerbangan internasional dan pencabutan aturan PPKM oleh pemerintah, merupakan angin segar bagi para penjual kerajinan di Pasar Seni Sukawati. Pasalnya, banyak wisatawan yang kembali datang untuk berbelanja.
Wayan mengungkapkan penjualannya mulai kembali meningkat karena sudah banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Ia menjual berbagai macam kerajinan, di antaranya tas rotan, patung kayu, topeng bali, dan gantungan pintu.
Semua barang yang dijual di toko kerajinan Wayan bukan merupakan hasil produksi sendiri, melainkan hasil dari kerja sama dengan beberapa perajin lokal yang ada di Desa Sukawati, Gianyar.
Saat kebijakan PPKM COVID-19 belum dicabut, pendapatan kotor Wayan hanya sekitar Rp100 ribu sehari, namun usai pencabutan banyak pengunjung yang berdatangan sehingga omzet yang didapatkan bisa mencapai Rp350 ribu per hari.
"Kalau ada tamu ke sini yang paling laris dibeli itu tas rotan, anak muda study tour juga pada beli, tapi kebanyakan yang beli itu bule luar, saya nggak tahu mereka dari mana. Mereka beli ada yang sampai enam tas buat oleh-oleh, tapi ada yang dipakai sendiri, katanya bagus," jelasnya.
Pedagang kerajinan lainnya di pasar tersebut, I Made Astawe juga mengungkapkan penjualannya menurun drastis saat masih diberlakukan kebijakan PPKM COVID-19.
"Dulu, sebelum COVID, saya jualan ukiran dan kerajinan perak, pas ada COVID toko saya tutup lama karena tidak ada yang beli, jadi saya kerja serabutan. Ini kan pasarnya baru dan COVID juga sudah hilang, jadi saya coba jualan kerajinan tangan lagi di sini," katanya.
Ia mengatakan pendapatannya saat ini paling sedikit Rp200 ribu per hari, atau meningkat dibandingkan saat masih ada kebijakan PPKM COVID-19 yang hanya mencapai Rp80 ribu per hari.
"Saya hanya berharap toko saya semakin laris, sekarang kan sudah lumayan banyak wisatawan yang beli, jadi jangan sampai ada COVID lagi soalnya usaha kami jadi tidak laku," ujar Made.
"Dulu pas awal ada COVID, saya jualan catur bikinan sendiri, terus topeng, sama patung kayu, tapi tempatnya di luar. Terus, saya pindah ke dalam, tapi tamunya cuma sedikit yang masuk, kadang sampai tiga hari, nggak ada yang beli," kata I Wayan Sike, salah satu pedagang kerajinan di Pasar Seni Sukawati, Gianyar, Bali, Sabtu.
Ia mengaku bisnis penjualan kerajinan yang dijalankan selama 25 tahun itu hampir bangkrut akibat adanya pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Di masa pandemi itu, Wayan sering menutup tokonya karena tidak ada pengunjung yang datang, sehingga lebih memilih untuk menjalankan usahanya di rumah.
Dibukanya kembali penerbangan internasional dan pencabutan aturan PPKM oleh pemerintah, merupakan angin segar bagi para penjual kerajinan di Pasar Seni Sukawati. Pasalnya, banyak wisatawan yang kembali datang untuk berbelanja.
Wayan mengungkapkan penjualannya mulai kembali meningkat karena sudah banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Ia menjual berbagai macam kerajinan, di antaranya tas rotan, patung kayu, topeng bali, dan gantungan pintu.
Semua barang yang dijual di toko kerajinan Wayan bukan merupakan hasil produksi sendiri, melainkan hasil dari kerja sama dengan beberapa perajin lokal yang ada di Desa Sukawati, Gianyar.
Saat kebijakan PPKM COVID-19 belum dicabut, pendapatan kotor Wayan hanya sekitar Rp100 ribu sehari, namun usai pencabutan banyak pengunjung yang berdatangan sehingga omzet yang didapatkan bisa mencapai Rp350 ribu per hari.
"Kalau ada tamu ke sini yang paling laris dibeli itu tas rotan, anak muda study tour juga pada beli, tapi kebanyakan yang beli itu bule luar, saya nggak tahu mereka dari mana. Mereka beli ada yang sampai enam tas buat oleh-oleh, tapi ada yang dipakai sendiri, katanya bagus," jelasnya.
Pedagang kerajinan lainnya di pasar tersebut, I Made Astawe juga mengungkapkan penjualannya menurun drastis saat masih diberlakukan kebijakan PPKM COVID-19.
"Dulu, sebelum COVID, saya jualan ukiran dan kerajinan perak, pas ada COVID toko saya tutup lama karena tidak ada yang beli, jadi saya kerja serabutan. Ini kan pasarnya baru dan COVID juga sudah hilang, jadi saya coba jualan kerajinan tangan lagi di sini," katanya.
Ia mengatakan pendapatannya saat ini paling sedikit Rp200 ribu per hari, atau meningkat dibandingkan saat masih ada kebijakan PPKM COVID-19 yang hanya mencapai Rp80 ribu per hari.
"Saya hanya berharap toko saya semakin laris, sekarang kan sudah lumayan banyak wisatawan yang beli, jadi jangan sampai ada COVID lagi soalnya usaha kami jadi tidak laku," ujar Made.
Pewarta: Pungkas Dwitanto/Widodo S Jusuf
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: