Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menilai literasi digital menjadi kunci bagi masyarakat terhindar dari disinformasi atau hoaks di tahun politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.

"Jadi apapun namanya ada hoaks, ada ujaran kebencian, dia bisa menelaah oh ini tidak perlu ditanggapi, oh ini adalah hoaks. Jadi imunitasnya yang kita bangun lewat literasi ini," ujar Semuel di Jakarta, Kamis.

Semuel menilai, lewat kemampuan literasi digital yang mumpuni, masyarakat tidak akan mudah terpengaruh dan percaya dengan informasi-informasi yang tidak jelas kebenarannya.

Baca juga: Kominfo tegaskan tidak bisa lihat data pengguna setelah PSE daftar

Dengan literasi digital yang dimiliki, masyarakat akan lebih selektif dalam memilih dan memilah Informasi yang diterima. Dengan demikian, informasi hoaks atau disinformasi tidak akan mudah tersebar di tengah masyarakat.

Semuel mengatakan meningkatkan literasi digital masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam memerangi informasi hoaks atau disinformasi di tengah tahun politik seperti saat ini, di samping juga tetap melakukan upaya-upaya lainnya seperti pemblokiran konten.

"Kalau kita bekali masyarakat dengan pengetahuan, masyarakat bisa menangkal hoaks itu sendiri. Itu yang kita harapkan," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong meminta masyarakat waspada terhadap disinformasi yang beredar di platform digital jelang Pemilu Serentak 2024.

"Ini perlu kita waspadai soal disinformasi menjelang pemilu dan pada tahun Pemilu 2024," ujar Usman saat memberi sambutan dalam Forum Literasi Demokrasi bertajuk "Demokrasi Damai di Era Digital" yang digelar di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Rabu (22/2).

Usman mengatakan bahwa Kemenkominfo memiliki teknologi kecerdasan buatan (AI) bernama Automatic Identification System (AIS) yang bekerja untuk menjaring disinformasi yang beredar di ruang digital, termasuk disinformasi politik.

Berdasarkan data yang dihimpun dari AIS tersebut, diketahui bahwa terjadi peningkatan disinformasi yang cukup signifikan pada penyelenggaraan Pemilu 2019.

"Kalau kita lihat data pada pemilu lalu, dari April 2018 sampai April 2019 itu terjadi peningkatan signifikan disinformasi politik, Artinya semakin mendekati pemilu, berdasarkan pengalaman lalu, disinformasi politik itu makin tinggi," kata Usman.

"Kurang lebih ada 277 disinformasi politik pada April 2019, yang pada April 2018 hanya 14. Dalam setahun peningkatannya luar biasa. Itu yang kita take down, itu yang kita minta dicabut dari ruang digital," tambah dia.

Baca juga: Kemenkominfo: tumbuhkan budaya jaga data pribadi

Baca juga: Pelatihan AR dan VR bisa bangun ekosistem talenta digital di Indonesia

Baca juga: Indonesia jadikan DIN G20 wadah solusi global lewat digitalisasi