APMI: kenali promotor sebelum beli tiket konser
23 Februari 2023 13:41 WIB
Grup rock God Bless saat tampil meramaikan perhelatan pameran otomotif Indonesia International Motor Show 2023 di Jakarta, Sabtu (18/2). (Ahmad Faishal)
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) mengajak khalayak untuk mencermati tidak hanya para penampil dalam sebuah festival atau acara musik, tapi, juga promotor agar terhindar dari kerugian semisal uang tidak kembali ketika acara batal.
"Semua balik lagi ke audiens, tidak hanya pintar memilih siapa atau apa isi acara, namun juga bisa melakukan profiling siapa pembuat acara tersebut," kata Ketua APMI, Dino Hamid, kepada ANTARA, Kamis.
Menurut Dino, mengenali siapa yang menyelenggarakan acara itu adalah hal dasar untuk mengurangi risiko promotor "bodong", yaitu yang mengadakan tiket pra-jual kemudian menghilang dan tidak bisa mengembalikan uang pembelian tiket kepada penonton.
Mengetahui profil promotor sebuah pertunjukan sama pentingnya dengan mengetahui siapa saja penampil di acara tersebut. Apalagi saat ini bisnis industri hiburan juga tengah berkembang pascapandemi COVID-19 selama dua tahun belakangan.
"Kurang lebih analoginya sama seperti kita nonton film favorit. Mungkin dulu kita hanya melihat siapa aktor atau aktris yang membintangi filmnya. Tetapi, sekarang mungkin banyak orang sudah mulai melihat siapa yang memproduksi film tersebut untuk mendapatkan jaminan tontonan yang memang sesuai dengan ekspektasi," kata Dino menjelaskan.
Baca juga: Kebiasaan penonton di Indonesia pengaruhi proses bubar konser
Apalagi mekanisme bisnis hiburan, kata Dino, tergolong amat sederhana karena promotor hanya perlu mencari dan membayar artis, mencari lokasi dan sponsor, lalu menjual tiket kepada masyarakat. Tetapi, ada banyak faktor yang terkait erat dengan untung-rugi penyelenggaraan acara tersebut yang menyangkut kredibilitas si promotor.
Bisnis hiburan, menurut Dino, adalah berisiko tinggi. Ketika promotor mengumumkan sebuah konser musik, tapi, respons publik tidak terlalu bagus, maka mereka berada di bawah bayang-bayang kerugian.
"Saat itu siapkah promotor rugi secara kapital? Kalau tidak siap, biasanya dia akan kabur. Tetapi, kalau memang siap, ya, harus bertanggung jawab menanggung kerugian," papar Dino.
Terkait tiket palsu, Dino beranggapan hal ini sudah sering terjadi pada bisnis hiburan sejak era konvensional. Setiap pertunjukan yang memiliki permintaan tinggi biasanya dibarengi dengan tiket yang terjual habis sehingga hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Apalagi di era digital saat ini, kata Dino, sangat mudah bagi siapapun untuk membuat microsite. Contoh kasus, ada seorang artis luar negeri bernama BLABLA mengadakan konser di Indonesia, kemudian muncul situs BLABLA.ticket.id yang menjual tiket konser, namun, tidak diketahui siapa pembuatnya.
Orang bisa saja terkecoh membeli tiket di sana karena mengira situs itu adalah penjual resmi.
"Jadi, mari benar-benar melihat profil promotor sehingga secara pertanggungjawaban dan hal-hal teknis lain bisa diketahui secara pasti. Kalau beli tiket dari pihak yang tidak diketahui jelas akan repot nanti," kata Dino.
APMI, kata Dino, memberi keyakinan kepada khalayak bahwa promotor-promotor yang tergabung dalam asosiasi tersebut telah memiliki kualifikasi yang baik. Selain itu, APMI juga sudah mulai mensosialisasikan anggota-anggotanya untuk mencantumkan keterangan "Member of APMI" pada setiap materi promosi.
APMI memberikan syarat 3K untuk keanggotaan, yaitu kualifikasi, kapabilitas, dan kualitas. Kualifikasi berkaitan dengan promotor yang harus berbentuk badan usaha hukum, sedangkan kapabilitas adalah kemampuan promotor menggelar pertunjukan selama dua tahun.
Kualitas, pada syarat keanggotaan APMI, adalah konten yang dihasilkan. APMI juga memberikan syarat promotor telah menjalankan acara musik dengan penjualan tiket untuk kapasitas di atas minimum 1.000 orang sebanyak dua kali dalam dua tahun, mengadakan acara musik yang bertaraf internasional atau memiliki hak kekayaan intelektual yang didaftarkan atas satu atau lebih acara musik, serta mendapatkan rekomendasi dari minimal dua orang anggota.
Baca juga: APMI siap buat SOP untuk penyelenggaraan konser musik di Tanah Air
Baca juga: Sandiaga ungkap perizinan event bakal dikemas secara digital
Baca juga: APMI minta masyarakat bijak sikapi kasus konser "Berdendang Bergoyang"
"Semua balik lagi ke audiens, tidak hanya pintar memilih siapa atau apa isi acara, namun juga bisa melakukan profiling siapa pembuat acara tersebut," kata Ketua APMI, Dino Hamid, kepada ANTARA, Kamis.
Menurut Dino, mengenali siapa yang menyelenggarakan acara itu adalah hal dasar untuk mengurangi risiko promotor "bodong", yaitu yang mengadakan tiket pra-jual kemudian menghilang dan tidak bisa mengembalikan uang pembelian tiket kepada penonton.
Mengetahui profil promotor sebuah pertunjukan sama pentingnya dengan mengetahui siapa saja penampil di acara tersebut. Apalagi saat ini bisnis industri hiburan juga tengah berkembang pascapandemi COVID-19 selama dua tahun belakangan.
"Kurang lebih analoginya sama seperti kita nonton film favorit. Mungkin dulu kita hanya melihat siapa aktor atau aktris yang membintangi filmnya. Tetapi, sekarang mungkin banyak orang sudah mulai melihat siapa yang memproduksi film tersebut untuk mendapatkan jaminan tontonan yang memang sesuai dengan ekspektasi," kata Dino menjelaskan.
Baca juga: Kebiasaan penonton di Indonesia pengaruhi proses bubar konser
Apalagi mekanisme bisnis hiburan, kata Dino, tergolong amat sederhana karena promotor hanya perlu mencari dan membayar artis, mencari lokasi dan sponsor, lalu menjual tiket kepada masyarakat. Tetapi, ada banyak faktor yang terkait erat dengan untung-rugi penyelenggaraan acara tersebut yang menyangkut kredibilitas si promotor.
Bisnis hiburan, menurut Dino, adalah berisiko tinggi. Ketika promotor mengumumkan sebuah konser musik, tapi, respons publik tidak terlalu bagus, maka mereka berada di bawah bayang-bayang kerugian.
"Saat itu siapkah promotor rugi secara kapital? Kalau tidak siap, biasanya dia akan kabur. Tetapi, kalau memang siap, ya, harus bertanggung jawab menanggung kerugian," papar Dino.
Terkait tiket palsu, Dino beranggapan hal ini sudah sering terjadi pada bisnis hiburan sejak era konvensional. Setiap pertunjukan yang memiliki permintaan tinggi biasanya dibarengi dengan tiket yang terjual habis sehingga hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Apalagi di era digital saat ini, kata Dino, sangat mudah bagi siapapun untuk membuat microsite. Contoh kasus, ada seorang artis luar negeri bernama BLABLA mengadakan konser di Indonesia, kemudian muncul situs BLABLA.ticket.id yang menjual tiket konser, namun, tidak diketahui siapa pembuatnya.
Orang bisa saja terkecoh membeli tiket di sana karena mengira situs itu adalah penjual resmi.
"Jadi, mari benar-benar melihat profil promotor sehingga secara pertanggungjawaban dan hal-hal teknis lain bisa diketahui secara pasti. Kalau beli tiket dari pihak yang tidak diketahui jelas akan repot nanti," kata Dino.
APMI, kata Dino, memberi keyakinan kepada khalayak bahwa promotor-promotor yang tergabung dalam asosiasi tersebut telah memiliki kualifikasi yang baik. Selain itu, APMI juga sudah mulai mensosialisasikan anggota-anggotanya untuk mencantumkan keterangan "Member of APMI" pada setiap materi promosi.
APMI memberikan syarat 3K untuk keanggotaan, yaitu kualifikasi, kapabilitas, dan kualitas. Kualifikasi berkaitan dengan promotor yang harus berbentuk badan usaha hukum, sedangkan kapabilitas adalah kemampuan promotor menggelar pertunjukan selama dua tahun.
Kualitas, pada syarat keanggotaan APMI, adalah konten yang dihasilkan. APMI juga memberikan syarat promotor telah menjalankan acara musik dengan penjualan tiket untuk kapasitas di atas minimum 1.000 orang sebanyak dua kali dalam dua tahun, mengadakan acara musik yang bertaraf internasional atau memiliki hak kekayaan intelektual yang didaftarkan atas satu atau lebih acara musik, serta mendapatkan rekomendasi dari minimal dua orang anggota.
Baca juga: APMI siap buat SOP untuk penyelenggaraan konser musik di Tanah Air
Baca juga: Sandiaga ungkap perizinan event bakal dikemas secara digital
Baca juga: APMI minta masyarakat bijak sikapi kasus konser "Berdendang Bergoyang"
Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023
Tags: