MUI: Perpu Cipta Kerja geser pola simbiotik harmonis ke integralistik
22 Februari 2023 21:24 WIB
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh dalam Pengukuhan Guru Besar dan Orasi Ilmiah Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A. di Jakarta, Rabu (22/2/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja terkait jaminan produk halal telah menggeser pola simbiotik antara wilayah agama dan negara yang harmonis ke pola integralistik.
“Perppu Cipta Kerja terkait jaminan produk halal telah menggeser pola simbiotik antara wilayah agama dan negara yang harmonis ke pola integralistik, dengan mengambil alih peran agama ke dalam institusi negara,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh dalam Pengukuhan Guru Besar dan Orasi Ilmiah Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A. di Jakarta, Rabu.
Asrorun menuturkan pendekatan simbiotik meniscayakan harmoni antara fatwa keagamaan dengan kebijakan negara karena masing-masing memiliki wilayahnya.
Wilayah substansi agama menjadi ranah lembaga agama yang punya kewenangan. Sementara negara bertugas mengadministrasikan urusan agama agar dapat dilaksanakan secara baik serta dapat terwujud kemaslahatan dan ketertiban.
Baca juga: Kemenag dorong seluruh kantin madrasah tersertifikasi halal
Baca juga: BPJPH terbitkan 2.171 sertifikat halal sejak Januari 2023
Namun, setelah lahirnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait jaminan produk halal, ada pergeseran pola relasi simbiotik yang menjadi konsensus berbangsa dan bernegara, dengan pembentukan komite fatwa oleh negara.
Asrorun menjelaskan dalam Perppu tersebut melalui pasal 33A dan 33B, telah diatur soal penetapan kehalalan produk untuk UMK yang melalui jalur self declare. Hal tersebut bisa dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Aturan tersebut secara jelas menggambarkan bukti nyata sebuah negara memasuki wilayah agama, dalam membentuk institusi negara yang bertugas menentukan hukum agama.
Apalagi dalam sebuah paradigma hubungan antara agama dan negara tiap aturan dalam Perppu sudah bergeser dari paradigma simbiotik menjadi paradigma integralistik. Artinya, negara bisa mengambil alih peran agama dalam penetapan kehalalan produk.
Dalam kesempatan itu, dirinya mengaku tidak yakin jika Perppu yang diterapkan bisa menggerakkan Indonesia sebagai negara yang teokrasi. Sebab, ia melihat bisa jadi, justru ada suatu celah yang menjadi bagian dari kesalahan kalkulasi dalam penyusunan materi muatan Perppu.
“Bahkan patut diduga, perubahan norma baru dalam Perppu ini merupakan penyelundupan hukum mengingat tidak ada kegentingan yang memaksa terkait penyelenggaraan sertifikasi halal sehingga membutuhkan komite fatwa. Karenanya, perlu ada rekonsolidasi,” ucapnya.*
Baca juga: Kantin halal ini direkomendasikan untuk wisawatan saat di Hong Kong
Baca juga: MUI terbitkan ketetapan halal produk Mixue
“Perppu Cipta Kerja terkait jaminan produk halal telah menggeser pola simbiotik antara wilayah agama dan negara yang harmonis ke pola integralistik, dengan mengambil alih peran agama ke dalam institusi negara,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh dalam Pengukuhan Guru Besar dan Orasi Ilmiah Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A. di Jakarta, Rabu.
Asrorun menuturkan pendekatan simbiotik meniscayakan harmoni antara fatwa keagamaan dengan kebijakan negara karena masing-masing memiliki wilayahnya.
Wilayah substansi agama menjadi ranah lembaga agama yang punya kewenangan. Sementara negara bertugas mengadministrasikan urusan agama agar dapat dilaksanakan secara baik serta dapat terwujud kemaslahatan dan ketertiban.
Baca juga: Kemenag dorong seluruh kantin madrasah tersertifikasi halal
Baca juga: BPJPH terbitkan 2.171 sertifikat halal sejak Januari 2023
Namun, setelah lahirnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait jaminan produk halal, ada pergeseran pola relasi simbiotik yang menjadi konsensus berbangsa dan bernegara, dengan pembentukan komite fatwa oleh negara.
Asrorun menjelaskan dalam Perppu tersebut melalui pasal 33A dan 33B, telah diatur soal penetapan kehalalan produk untuk UMK yang melalui jalur self declare. Hal tersebut bisa dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Aturan tersebut secara jelas menggambarkan bukti nyata sebuah negara memasuki wilayah agama, dalam membentuk institusi negara yang bertugas menentukan hukum agama.
Apalagi dalam sebuah paradigma hubungan antara agama dan negara tiap aturan dalam Perppu sudah bergeser dari paradigma simbiotik menjadi paradigma integralistik. Artinya, negara bisa mengambil alih peran agama dalam penetapan kehalalan produk.
Dalam kesempatan itu, dirinya mengaku tidak yakin jika Perppu yang diterapkan bisa menggerakkan Indonesia sebagai negara yang teokrasi. Sebab, ia melihat bisa jadi, justru ada suatu celah yang menjadi bagian dari kesalahan kalkulasi dalam penyusunan materi muatan Perppu.
“Bahkan patut diduga, perubahan norma baru dalam Perppu ini merupakan penyelundupan hukum mengingat tidak ada kegentingan yang memaksa terkait penyelenggaraan sertifikasi halal sehingga membutuhkan komite fatwa. Karenanya, perlu ada rekonsolidasi,” ucapnya.*
Baca juga: Kantin halal ini direkomendasikan untuk wisawatan saat di Hong Kong
Baca juga: MUI terbitkan ketetapan halal produk Mixue
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023
Tags: