Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan perlunya sinergi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.

"Diperlukan kolaborasi dan sinergi mulai dari pemerintah di tingkat pusat dan daerah, termasuk juga masyarakat, untuk mencegah perkawinan anak," kata Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Didik Suhardi dihubungi di Jakarta, Rabu.

Didik menjelaskan bahwa perkawinan anak pada umumnya terjadi karena berbagai faktor penyebab, antara lain faktor ekonomi, pendidikan, maupun budaya.

"Terjadinya perkawinan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena permasalahan ekonomi, pendidikan, maupun budaya yang tumbuh dan berkembang di setiap daerah," katanya.

Baca juga: KPPPA: Faktor sosio kultural pengaruhi stunting secara lebih luas
Baca juga: Forum Anak: Masalah perkawinan anak jadi isu paling dominan

Dia menambahkan bahwa pada saat ini pemerintah terus berupaya melakukan berbagai program strategis untuk mencegah perkawinan anak.

"Pemenuhan hak dan perlindungan anak menjadi prioritas utama, salah satu hal yang perlu menjadi perhatian terkait dengan pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah upaya mencegah terjadinya perkawinan anak," katanya.

Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2021 capaian angka perkawinan anak berhasil mengalami penurunan, yaitu sebanyak 9,32 persen dari sebelumnya 10,35 persen pada tahun 2020.

Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tahun 2022, jumlah perkara dispensasi perkawinan di Indonesia juga mengalami penurunan dari 63.361 total perkara pada tahun 2021 menjadi 52.390 total perkara pada tahun 2022.

Baca juga: Badilag: Penanganan isu perkawinan anak perlu libatkan semua pihak
Baca juga: Studi SCI: 1-2 dua anak di NTB dinikahkan setiap hari

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga mengajak semua pihak khususnya para orang tua untuk mencegah perkawinan anak guna menghindari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan.

"Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan anak dikhawatirkan membawa dampak negatif seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kasus stunting atau kekerdilan pada anak yang nantinya dilahirkan hingga munculnya keluarga miskin baru," kata Muhadjir.

Menko PMK menambahkan, suatu perkawinan membutuhkan adanya kesiapan guna mewujudkan rumah tangga yang harmonis, baik kesiapan lahir maupun batin.

"Perkawinan anak dapat dikatakan jauh dari kesiapan. Misalkan kondisi fisik seorang perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun dikhawatirkan kondisi fisiknya belum siap melahirkan dan menjadi ibu. Melahirkan usia muda juga dikhawatirkan mengancam jiwa ibu dan juga bayi," katanya.

Baca juga: Kemen PPPA: Permintaan dispensasi kawin terbanyak dari Pulau Jawa
Baca juga: KemenPPPA: Keluarga ujung tombak pencegahan perkawinan anak