Makassar (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3A PPKB) Provinsi Sulsel menyikapi adanya pernikahan dini yang viral di media sosial di Desa Kayu Loe, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

"Saya juga bingung. Jadi begini, kemarin tim kami kesana dari TP2D Bantaeng. Sebetulnya kasusnya sederhana. Pasangan ini didapati di kebun berduaan, entahlah apa yang dilakukan," kata Kepala UPT PPA Sulsel Meisy Papayungan dikonfirmasi wartawan di Makassar, Rabu.

Pengantin pria diketahui berinisial D usai 12 tahun dan pengantin perempuan masih belia. Pernikahan dini tersebut dilaksanakan pihak keluarga di Desa Kayu Loe dengan menggelar pesta hingga viral di media sosial.

Menurut Meisy, dari informasi yang diterima rata-rata di desa tersebut menyelesaikan masalah seperti itu menyelesaikan dengan pernikahan dan tidak mau ambil risiko. Sehingga, ini menjadi tantangan mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat setempat.

Baca juga: DP3A Aceh bakal tambah syarat dispensasi untuk cegah pernikahan dini

Baca juga: Mahkamah Syar'iah tangani 54 perkara dispensasi pernikahan dini


"Sebetulnya ini bukan budaya, karena mereka berpacaran (tertangkap). Jadi dengan menutupi siri (malu) itu dengan menikahkan mereka. Padahal, menurut kami itu cara pendek dan cara tidak bertanggungjawab," papar dia menekankan.

Sepekan dari kejadian itu, kata dia, pihak keluarga laki-laki diketahui bersedia menikahkan dengan alasan dispensasi nikah lalu mengurus pernikahan. Namun, setelah diperiksa silang ternyata tidak ada dari perangkat desa yang mengetahui pernikahan itu.

"Artinya, betul-betul inisiatif keluarganya. Selesai dengan pernikahan, dan tidak akan mengamuk keluarga perempuan. Tapi, tidak selesai masalahnya, harusnya kalau ada begitu dihindari, bukannya malah dinikahkan," ujar Meisy menyayangkan.

Upaya sudah dilakukan pemerintah, salah satunya melalui Pengadilan Agama memfilter melalui permohonan dispensasi, kalau itu disetujui, namun karena tidak ada alasan kuat maka tidak disetujui.

Sehingga masyarakat di sana sudah tahu apa yang harus dilakukan sebab, kalau meminta dispensasi maka tidak dipenuhi, sehingga mengambil jalan pendek menikahkannya.

"Tetapi risikonya, kalau anak ini kemudian hamil dan melahirkan, status perkawinan tidak tercatat di negara. Ketika anaknya lahir, tidak punya buku nikah berarti dia bisa tidak mendapatkan akte kelahiran. Bisa dibayangkan, ke depan banyak anak-anak tidak punya nama ayah di akte kelahiran akibat pernikahan seperti ini," ungkap dia.

Selain di Bantaeng, kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Sidrap, hanya saja tidak viral di media sosial seperti di Bantaeng. Kejadian pernikahan anak tentu menjadi tanggungjawab orang tuanya.*

Baca juga: PA Trenggalek sebut 273 anak ajukan dispensasi nikah selama 2022

Baca juga: Wapres: Perlu pendekatan agama untuk cegah pernikahan dini