Pastika ajak generasi muda Bali jadi pemilih rasional di Pemilu 2024
21 Februari 2023 20:29 WIB
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Made Mangku Pastika beserta narasumber Prof Dr Gede Yusa, SH,MH dan Dr Gede Suardana dengan dipandu moderator I Nyoman Wiratmaja di RAH- Denpasar, Selasa (21/2/2023). ANTARA/Ni Luh Rhismawati.
Denpasar (ANTARA) - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Made Mangku Pastika mengajak generasi muda Bali agar menjadi pemilih yang rasional dan tidak terjebak politik identitas dalam tahapan Pemilu 2024.
"Generasi muda harus bangkit dan berpartisipasi, jangan skeptis dan apatis saat pemilu, karena memiliki peran penting untuk menentukan pemimpin ke depan," kata Pastika dalam Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan di Rumah Ahli Hukum (RAH) Denpasar, Selasa.
Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan bertajuk "Peran Pemilih Milenial dalam Mengawal Empat Konsensus Bangsa Demi Tegaknya Pemilu Serentak 2024 yang Bebas Politik Identitas itu menghadirkan narasumber akademisi Prof Dr Gede Yusa SH, MH dan Dr Gede Suardana.
Baca juga: Ketua MPR ajak Hipmi kampanyekan belanja produk dalam negeri
Sosialisasi dihadiri puluhan peserta mahasiswa dan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Denpasar, Bali.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode ini, identitas politik itu penting, tetapi yang harus diwaspadai politik identitas karena bisa melahirkan sikap eksklusif, membentuk tirani minoritas dan memecah belah persatuan kesatuan bangsa.
"Politik identitas itu arahnya radikalisme. Ini tentu berbahaya. Oleh karena itu, saya harapkan generasi milenial jangan sampai menjadi agen politik identitas," ucap Pastika yang juga anggota Komite IV DPD RI ini.
Ia pun mengingatkan dengan demikian pentingnya Pemilu 2024 untuk menentukan pemimpin dan masa depan bangsa, generasi milenial jangan sampai memilih hanya atas dasar emosional.
Jika dikaitkan dengan konteks Bali, lanjut dia, jangan lantas memilih karena faktor emosional hanya berdasarkan kesamaan soroh (ikatan sosial yang merujuk pada satu garis keturunan atau klan).
"Track record (rekam jejak) calon pemimpin harus bagus, omongannya bisa dipercaya atau tidak, demikian pula dengan pendidikannya cukup apa tidak?," ujar mantan Ketua Tim Investigasi Bom Bali ini.
Selain itu, Pastika juga memaparkan kelebihan Bali dengan agama, adat, budaya dan tradisi yang sudah menyatu. Oleh karena itu, menjadi Gubernur Bali atau pemimpin daerah bukan hanya urus pemerintahan, tetapi juga adat, budaya dan agama
Sementara narasumber Prof Dr Gede Yusa, SH,MH, memaparkan tantangan generasi milenial dalam menyongsong Pemilu Serentak 2024 terutama dengan munculnya politik identitas yang mesti dihindari.
"Kira tidak sepakat dengan politik identitas mengingat dalam pemilu kita memilih pemimpin bangsa, bukan pemimpin agama," ucapnya menegaskan.
Akademisi dari Universitas Udayana itu pun menyoroti sebagai warga negara mestinya mau menjalankan kewajiban dan hak, taat pada hukum, ikut dalam kegiatan bela negara, mengisi diri dengan hal positif, menjunjung tinggi empat konsensus nasional, HAM serta mengembangkan demokrasi.
Baca juga: MPR RI dan ULM gelar FKP untuk pendidikan generasi muda
Dr Gede Suardana, narasumber berikutnya, berpandangan Pemilu 2024 adalah momentum baru bagi generasi milenial untuk hadir di situ, apalagi calon pemimpin bangsa tidak ada berstatus petahana,
"Politik uang dan bansos kerap menjadi pilihan calon yang maju di pemilu karena mereka tidak memiliki ide dan gagasan yang bagus untuk dijalankan ketika nanti terpilih," ucapnya..
Oleh karena itu, Gede Suardana mengajak generasi muda untuk memilih berdasarkan rekam jejak calon, beserta ide dan gagasannya.
"Generasi milenial harus berani tampil dan hadir dalam pemilu. Generasi milenial jangan apatis, karena jika tidak hadir di pemilu maka tidak akan ada perubahan," ucap pria yang juga bakal calon anggota DPD untuk Pemilu 2024 ini.
Ia menambahkan, masa depan bangsa dan daerah ditentukan melalui proses politik. Oleh karena itu, generasi muda jangan mau hanya menjadi objek politik, tetapi harus mampu menjadi subjek politik.
Mantan Ketua KPU Buleleng itu melihat selama ini di kalangan generasi milenial masih ada stereotip bahwa politik lekat dengan korupsi, intrik dan hal-hal yang licik sehingga mereka menjadi enggan untuk berpolitik.
Baca juga: Bawaslu: Pengawasan Pemilu 2024 tak bermasalah terkait sistem pemilu
"Generasi muda harus bangkit dan berpartisipasi, jangan skeptis dan apatis saat pemilu, karena memiliki peran penting untuk menentukan pemimpin ke depan," kata Pastika dalam Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan di Rumah Ahli Hukum (RAH) Denpasar, Selasa.
Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan bertajuk "Peran Pemilih Milenial dalam Mengawal Empat Konsensus Bangsa Demi Tegaknya Pemilu Serentak 2024 yang Bebas Politik Identitas itu menghadirkan narasumber akademisi Prof Dr Gede Yusa SH, MH dan Dr Gede Suardana.
Baca juga: Ketua MPR ajak Hipmi kampanyekan belanja produk dalam negeri
Sosialisasi dihadiri puluhan peserta mahasiswa dan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Denpasar, Bali.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode ini, identitas politik itu penting, tetapi yang harus diwaspadai politik identitas karena bisa melahirkan sikap eksklusif, membentuk tirani minoritas dan memecah belah persatuan kesatuan bangsa.
"Politik identitas itu arahnya radikalisme. Ini tentu berbahaya. Oleh karena itu, saya harapkan generasi milenial jangan sampai menjadi agen politik identitas," ucap Pastika yang juga anggota Komite IV DPD RI ini.
Ia pun mengingatkan dengan demikian pentingnya Pemilu 2024 untuk menentukan pemimpin dan masa depan bangsa, generasi milenial jangan sampai memilih hanya atas dasar emosional.
Jika dikaitkan dengan konteks Bali, lanjut dia, jangan lantas memilih karena faktor emosional hanya berdasarkan kesamaan soroh (ikatan sosial yang merujuk pada satu garis keturunan atau klan).
"Track record (rekam jejak) calon pemimpin harus bagus, omongannya bisa dipercaya atau tidak, demikian pula dengan pendidikannya cukup apa tidak?," ujar mantan Ketua Tim Investigasi Bom Bali ini.
Selain itu, Pastika juga memaparkan kelebihan Bali dengan agama, adat, budaya dan tradisi yang sudah menyatu. Oleh karena itu, menjadi Gubernur Bali atau pemimpin daerah bukan hanya urus pemerintahan, tetapi juga adat, budaya dan agama
Sementara narasumber Prof Dr Gede Yusa, SH,MH, memaparkan tantangan generasi milenial dalam menyongsong Pemilu Serentak 2024 terutama dengan munculnya politik identitas yang mesti dihindari.
"Kira tidak sepakat dengan politik identitas mengingat dalam pemilu kita memilih pemimpin bangsa, bukan pemimpin agama," ucapnya menegaskan.
Akademisi dari Universitas Udayana itu pun menyoroti sebagai warga negara mestinya mau menjalankan kewajiban dan hak, taat pada hukum, ikut dalam kegiatan bela negara, mengisi diri dengan hal positif, menjunjung tinggi empat konsensus nasional, HAM serta mengembangkan demokrasi.
Baca juga: MPR RI dan ULM gelar FKP untuk pendidikan generasi muda
Dr Gede Suardana, narasumber berikutnya, berpandangan Pemilu 2024 adalah momentum baru bagi generasi milenial untuk hadir di situ, apalagi calon pemimpin bangsa tidak ada berstatus petahana,
"Politik uang dan bansos kerap menjadi pilihan calon yang maju di pemilu karena mereka tidak memiliki ide dan gagasan yang bagus untuk dijalankan ketika nanti terpilih," ucapnya..
Oleh karena itu, Gede Suardana mengajak generasi muda untuk memilih berdasarkan rekam jejak calon, beserta ide dan gagasannya.
"Generasi milenial harus berani tampil dan hadir dalam pemilu. Generasi milenial jangan apatis, karena jika tidak hadir di pemilu maka tidak akan ada perubahan," ucap pria yang juga bakal calon anggota DPD untuk Pemilu 2024 ini.
Ia menambahkan, masa depan bangsa dan daerah ditentukan melalui proses politik. Oleh karena itu, generasi muda jangan mau hanya menjadi objek politik, tetapi harus mampu menjadi subjek politik.
Mantan Ketua KPU Buleleng itu melihat selama ini di kalangan generasi milenial masih ada stereotip bahwa politik lekat dengan korupsi, intrik dan hal-hal yang licik sehingga mereka menjadi enggan untuk berpolitik.
Baca juga: Bawaslu: Pengawasan Pemilu 2024 tak bermasalah terkait sistem pemilu
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: