CISDI sebut 2023 tahun yang tepat untuk lakukan transformasi kesehatan
20 Februari 2023 19:58 WIB
Tangkapan layar Founder dan Chief Executive Officer CISDI Diah Satyani Saminarsih dalam Media Briefing CISDI yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (20/2/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Founder dan Chief Executive Officer CISDI Diah Satyani Saminarsih menyebut bahwa 2023 merupakan tahun yang sangat tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan transformasi kesehatan secara gamblang.
“Tahun 2023 adalah momentum sangat tepat untuk transformasi (kesehatan). Kita sudah lampaui berbagai hal selama masa COVID-19. Dibutuhkan respons COVID-19 yang sangat tinggi, dan sekarang kita membutuhkan perluasan akses kesehatan,” kata Diah dalam Media Briefing CISDI yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Diah menuturkan saat ini ada tantangan seperti keamanan dan ketahanan kesehatan yang merujuk pada ancaman munculnya penyakit lain setelah COVID-19.
"Hal tersebut menjadi sangat berbahaya, mengingat terjadi kerusakan lingkungan di mana-mana dan adanya perubahan iklim yang ekstrem. Di sisi lain, kapasitas respons Indonesia ketika menghadapi pandemi saja masih sangat lemah," katanya.
Baca juga: CISDI: Disparitas digital tantangan integrasikan data di SATU SEHAT
Tantangan kedua, kata dia, adalah adanya potensi perlambatan pembangunan sistem kesehatan akibat berubahnya tata kelola dalam pemerintahan, ketika memasuki tahun politik utamanya menjelang 2024.
“Kita harus menyadari bahwa tahun ini tahun politik. Ada potensi turunnya komitmen dari pemerintah pusat. Lebih dipentingkannya tata kelola terutama di Kementerian Kesehatan dan adanya dinamika politik sub-nasional, karena ada pemilihan kepala daerah,” ujarnya.
Selanjutnya adanya tantangan dalam perlambatan ekonomi dan politik anggaran. Dalam hal ini, Diah menyoroti kemungkinan terjadinya keterlambatan pembangunan sistem kesehatan karena adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Hal itu juga disebabkan dari kemungkinan menurunnya komitmen pemerintah pusat dalam memberikan anggaran, serta kapasitas fiskal pemerintah daerah yang belum bisa dikatakan baik terutama bila memasuki tahun politik.
Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan waktu ini untuk membangun kebijakan kesehatan baik di tingkat sub-nasional hingga nasional sebaik mungkin guna memberikan potret kebijakan kesehatan Indonesia di masa depan.
Baca juga: CISDI gandeng 11 puskesmas kampanyekan pentingnya asupan pangan lokal
“Kami berharap di sini banyak aspek politis yang ada tidak hanya dalam politik praktis sehari-hari, tetapi juga dalam basis human rights (HAM) yang dibilang karena basis politik adalah kesehatan dan kesejahteraan semua orang,” katanya.
Jika transformasi kesehatan dilakukan pada tahun ini, penanganan wabah yang muncul di masa depan akan jauh lebih baik, sehingga masyarakat tidak perlu merasakan kekacauan ketika pandemi COVID-19 melanda dunia.
“Kalau kesehatan rusak tidak ada yang sejahtera dan akan mengganggu dinamika politik sebuah negara. Jadi, kami berharap bahwa komitmen untuk politis bukan hanya dalam penetapan kebijakan baru yang lebih berpihak pada kesehatan, tapi juga komitmen untuk membangun yang tadinya sudah rusak untuk memiliki political value yang lebih tinggi,” katanya.
Masyarakat Indonesia, katanya, sangat memerlukan perluasan akses kesehatan. Namun, itu tidak akan terwujud bila sistem kesehatan nasional tidak mengalami reformasi secara menyeluruh. Indonesia juga sudah tidak bisa menggunakan kebijakan yang lama, seperti sebelum pandemi melanda.
Melalui transformasi kesehatan itulah setiap kebijakan yang ada bukan untuk mengembalikan situasi dan sistem menjadi seperti sedia kala. Melainkan membangun suatu kebijakan yang jauh lebih bagus dibandingkan sebelum pandemi.
Baca juga: CISDI: Pandemic Fund upaya strategis tutup ketimpangan dana kesehatan
“Penguatan sistem kesehatan jadi fundamental untuk menjamin kualitas hidup manusia. Jadi, kalau tidak ada reformasi dalam sistem kesehatan, maka kita akan kembali pada situasi sama rentannya seperti sebelum pandemi,” kata Diah.
“Tahun 2023 adalah momentum sangat tepat untuk transformasi (kesehatan). Kita sudah lampaui berbagai hal selama masa COVID-19. Dibutuhkan respons COVID-19 yang sangat tinggi, dan sekarang kita membutuhkan perluasan akses kesehatan,” kata Diah dalam Media Briefing CISDI yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Diah menuturkan saat ini ada tantangan seperti keamanan dan ketahanan kesehatan yang merujuk pada ancaman munculnya penyakit lain setelah COVID-19.
"Hal tersebut menjadi sangat berbahaya, mengingat terjadi kerusakan lingkungan di mana-mana dan adanya perubahan iklim yang ekstrem. Di sisi lain, kapasitas respons Indonesia ketika menghadapi pandemi saja masih sangat lemah," katanya.
Baca juga: CISDI: Disparitas digital tantangan integrasikan data di SATU SEHAT
Tantangan kedua, kata dia, adalah adanya potensi perlambatan pembangunan sistem kesehatan akibat berubahnya tata kelola dalam pemerintahan, ketika memasuki tahun politik utamanya menjelang 2024.
“Kita harus menyadari bahwa tahun ini tahun politik. Ada potensi turunnya komitmen dari pemerintah pusat. Lebih dipentingkannya tata kelola terutama di Kementerian Kesehatan dan adanya dinamika politik sub-nasional, karena ada pemilihan kepala daerah,” ujarnya.
Selanjutnya adanya tantangan dalam perlambatan ekonomi dan politik anggaran. Dalam hal ini, Diah menyoroti kemungkinan terjadinya keterlambatan pembangunan sistem kesehatan karena adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Hal itu juga disebabkan dari kemungkinan menurunnya komitmen pemerintah pusat dalam memberikan anggaran, serta kapasitas fiskal pemerintah daerah yang belum bisa dikatakan baik terutama bila memasuki tahun politik.
Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan waktu ini untuk membangun kebijakan kesehatan baik di tingkat sub-nasional hingga nasional sebaik mungkin guna memberikan potret kebijakan kesehatan Indonesia di masa depan.
Baca juga: CISDI gandeng 11 puskesmas kampanyekan pentingnya asupan pangan lokal
“Kami berharap di sini banyak aspek politis yang ada tidak hanya dalam politik praktis sehari-hari, tetapi juga dalam basis human rights (HAM) yang dibilang karena basis politik adalah kesehatan dan kesejahteraan semua orang,” katanya.
Jika transformasi kesehatan dilakukan pada tahun ini, penanganan wabah yang muncul di masa depan akan jauh lebih baik, sehingga masyarakat tidak perlu merasakan kekacauan ketika pandemi COVID-19 melanda dunia.
“Kalau kesehatan rusak tidak ada yang sejahtera dan akan mengganggu dinamika politik sebuah negara. Jadi, kami berharap bahwa komitmen untuk politis bukan hanya dalam penetapan kebijakan baru yang lebih berpihak pada kesehatan, tapi juga komitmen untuk membangun yang tadinya sudah rusak untuk memiliki political value yang lebih tinggi,” katanya.
Masyarakat Indonesia, katanya, sangat memerlukan perluasan akses kesehatan. Namun, itu tidak akan terwujud bila sistem kesehatan nasional tidak mengalami reformasi secara menyeluruh. Indonesia juga sudah tidak bisa menggunakan kebijakan yang lama, seperti sebelum pandemi melanda.
Melalui transformasi kesehatan itulah setiap kebijakan yang ada bukan untuk mengembalikan situasi dan sistem menjadi seperti sedia kala. Melainkan membangun suatu kebijakan yang jauh lebih bagus dibandingkan sebelum pandemi.
Baca juga: CISDI: Pandemic Fund upaya strategis tutup ketimpangan dana kesehatan
“Penguatan sistem kesehatan jadi fundamental untuk menjamin kualitas hidup manusia. Jadi, kalau tidak ada reformasi dalam sistem kesehatan, maka kita akan kembali pada situasi sama rentannya seperti sebelum pandemi,” kata Diah.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: