Indonesia ajak seluruh negara atasi masalah krisis air
20 Februari 2023 18:22 WIB
Warga mengambil air dari aliran Sungai Banjir Kanal Barat untuk kebutuhan sehari-hari di Jakarta, Senin (9/1/2023). Bappenas melaporkan bahwa wilayah Indonesia akan mengalami krisis air bersih pada 2045 dikarenakan perubahan iklim yang tidak terkendali serta tingginya kebutuhan air yang tidak diimbangi dengan upaya penyediaan suplai air secara berkelanjutan, hal tersebut berdasarkan data BPS dimana ketersediaan air per kapita per tahun di Indonesia pada 2035 hanya menyisakan 181 ribu meter kubik. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan iklim yang mengganggu siklus hidrologi telah menyebabkan krisis air dan kekeringan di banyak negara sehingga harus diantisipasi oleh setiap negara.
"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara, tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 tentang kelestarian air yang dipantau di Jakarta, Senin.
Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Forum Air Sedunia atau World Water Forum (WWF) ke-10 yang berlokasi di Bali pada tahun 2024 mendatang.
Dwikorita lebih lanjut menuturkan fenomena perubahan iklim akan terus berlanjut seiring dengan peningkatan laju emisi gas rumah kaca. Kondisi itu menyebabkan proses penguapan air permukaan menjadi kian cepat.
Perubahan iklim menyebabkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi. Namun, sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan atau ekstrem di lokasi belahan bumi lainnya.
Baca juga: Kepala BMKG: Kekeringan dampak nyata perubahan iklim
Baca juga: BMKG sebut perubahan iklim sebabkan terganggunya siklus hidrologi
Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang tersebut bisa mempengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi.
Berdasarkan laporan World Meteorological Organization (WMO) pada 2022 lalu, kekeringan dan kelangkaan air telah melanda berbagai negara di dunia.
"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," kata Dwikorita.
Pada Forum Air Sedunia tersebut, Indonesia mengusung tema 'Air untuk Kemakmuran Bersama' atau 'Water for Shared Prosperity'. Tema itu sangat relevan dengan kondisi saat ini lantaran ketersediaan air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak negara.
Selain memperkuat posisi Indonesia di bidang manajemen sumber daya air, Forum Air Sedunia merupakan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai kebijakan dan program untuk menjaga kelestarian sumber daya air, di antaranya menginisiasi pembangunan 61 bendungan sejak 2014 sampai 2024.
Dari target 61 bendungan tersebut sebanyak 36 bendungan sudah selesai dan sisanya 25 bendungan lagi sedang dalam tahap konstruksi.
Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra Atmawidjaja mengatakan forum itu inklusif melibatkan semua pemangku kepentingan komunitas air dan Indonesia ingin menekankan bahwa air adalah politik.
"Air bukan hanya urusan teknikal, tetapi juga politik. Bisa menjadi salah satu platform pengambil keputusan menempatkan air di prioritas yang utama,” kata Endra.
Forum Air Sedunia diprakarsai oleh World Water Council (WWC) yang diselenggarakan setiap tiga tahun. Forum itu telah berlangsung secara rutin sejak tahun 1997.
Melalui Forum Air Sedunia, Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs terkait hak atas air bersih dan sanitasi.
Baca juga: BMKG imbau warga waspadai HTH ekstrem panjang semakin meluas di NTT
Baca juga: BPBD siapkan air baku dari waduk antisipasi krisis air saat kemarau
"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara, tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 tentang kelestarian air yang dipantau di Jakarta, Senin.
Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Forum Air Sedunia atau World Water Forum (WWF) ke-10 yang berlokasi di Bali pada tahun 2024 mendatang.
Dwikorita lebih lanjut menuturkan fenomena perubahan iklim akan terus berlanjut seiring dengan peningkatan laju emisi gas rumah kaca. Kondisi itu menyebabkan proses penguapan air permukaan menjadi kian cepat.
Perubahan iklim menyebabkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi. Namun, sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan atau ekstrem di lokasi belahan bumi lainnya.
Baca juga: Kepala BMKG: Kekeringan dampak nyata perubahan iklim
Baca juga: BMKG sebut perubahan iklim sebabkan terganggunya siklus hidrologi
Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang tersebut bisa mempengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi.
Berdasarkan laporan World Meteorological Organization (WMO) pada 2022 lalu, kekeringan dan kelangkaan air telah melanda berbagai negara di dunia.
"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," kata Dwikorita.
Pada Forum Air Sedunia tersebut, Indonesia mengusung tema 'Air untuk Kemakmuran Bersama' atau 'Water for Shared Prosperity'. Tema itu sangat relevan dengan kondisi saat ini lantaran ketersediaan air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak negara.
Selain memperkuat posisi Indonesia di bidang manajemen sumber daya air, Forum Air Sedunia merupakan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai kebijakan dan program untuk menjaga kelestarian sumber daya air, di antaranya menginisiasi pembangunan 61 bendungan sejak 2014 sampai 2024.
Dari target 61 bendungan tersebut sebanyak 36 bendungan sudah selesai dan sisanya 25 bendungan lagi sedang dalam tahap konstruksi.
Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra Atmawidjaja mengatakan forum itu inklusif melibatkan semua pemangku kepentingan komunitas air dan Indonesia ingin menekankan bahwa air adalah politik.
"Air bukan hanya urusan teknikal, tetapi juga politik. Bisa menjadi salah satu platform pengambil keputusan menempatkan air di prioritas yang utama,” kata Endra.
Forum Air Sedunia diprakarsai oleh World Water Council (WWC) yang diselenggarakan setiap tiga tahun. Forum itu telah berlangsung secara rutin sejak tahun 1997.
Melalui Forum Air Sedunia, Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs terkait hak atas air bersih dan sanitasi.
Baca juga: BMKG imbau warga waspadai HTH ekstrem panjang semakin meluas di NTT
Baca juga: BPBD siapkan air baku dari waduk antisipasi krisis air saat kemarau
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023
Tags: