Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia melemah pada awal perdagangan, Senin, ketika hari liburan Amerika Serikat (AS) membuat perdagangan lambat menjelang risalah pertemuan Federal Reserve terakhir dan data inflasi inti yang dapat menambah risiko suku bunga ke tingkat lebih tinggi yang lebih lama.
Ketegangan geopolitik kian memanas dengan Korea Utara menembakkan lebih banyak rudal dan pembicaraan tentang Rusia meningkatkan serangan di Ukraina, sebelum peringatan satu tahun invasi pada Jumat (17/2).
Ada laporan Gedung Putih merencanakan sanksi baru terhadap Rusia, sementara Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada Sabtu (18/2), memperingatkan Beijing tentang konsekuensi jika memberikan dukungan material, termasuk senjata ke Moskow.
Semuanya memulai pekan perdagangan ini dengan hati-hati dan indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang sebagian besar datar, setelah turun 2,2 persen minggu lalu. Nikkei Jepang merosot 0,2 persen dan indeks KOSPI Korea Selatan melemah 0,4 persen.
S&P 500 berjangka turun 0,2 persen, sementara Nasdaq berjangka turun 0,3 persen. S&P menyentuh level terendah dua minggu pada Jumat (17/2), karena serangkaian berita ekonomi AS yang kuat mengindikasikan Fed mungkin melakukan lebih banyak hal pada suku bunga, bahkan setelah menaikkan 450 basis poin dalam 11 bulan.
"Ini adalah pengetatan Fed yang paling agresif dalam beberapa dekade dan penjualan ritel AS berada di level tertinggi sepanjang masa; pengangguran di level terendah 43 tahun; data penggajian naik lebih dari 500 ribu pada Januari dan inflasi IHK/IHP meningkat kembali," catat analis BofA. "Itu adalah misi Fed yang sangat tidak terselesaikan," kata analis itu pula.
Mereka memperingatkan kegagalan berulang S&P 500 untuk menembus resistansi di 4.200, dapat menyebabkan penurunan ke 3.800 pada 8 Maret.
Pasar terus mengangkat puncak yang diperkirakan untuk suku bunga dana Fed menjadi 5,28 persen, sementara secara tajam mengurangi penurunan suku bunga untuk akhir tahun ini dan tahun depan.
Risalah pertemuan terakhir Fed yang dijadwalkan pada Rabu (22/2), akan menambah warna pada pembahasan, meskipun telah digantikan oleh angka-angka barnstorming pada daftar gaji Januari dan penjualan ritel.
Yang terakhir angka pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS yang akan dirilis Jumat (24/2) ini, diperkirakan akan menunjukkan lonjakan 1,3 persen pada Januari, lebih dari pulih dari kelemahan dalam dua bulan sebelumnya.
Indikator inflasi yang disukai The Fed, indeks PCE inti, diperkirakan naik 0,4 persen, kenaikan terbesar dalam lima bulan, sementara laju tahunan mungkin hanya melambat menjadi 4,3 persen.
Ada juga setidaknya lima presiden Fed yang berbicara minggu ini, untuk memberikan komentar.
Musim laporan keuangan emiten berlanjut minggu ini dengan pengecer besar Walmart dan Home Depot bersiap untuk menawarkan pembaruan tentang kesehatan konsumen.
Perusahaan lain yang melaporkan kinerja keuangannya termasuk perusahaan chip Nvidia, pembuat vaksin COVID-19 Moderna dan e-Commerce depan eBay.
Prospek lebih banyak kenaikan suku bunga Fed telah mengangkat imbal hasil obligasi pemerintah dan umumnya mendukung dolar AS, yang mencapai puncak enam minggu terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya minggu lalu.
Euro tertahan di 1,0676 dolar AS, setelah menyentuh level terendah enam minggu di 1,0613 dolar AS pada Jumat (17/2), sementara dolar AS baru saja turun dari level tertinggi dua bulan terhadap yen di 134,34.
Investor dengan cemas menunggu kesaksian Jumat (24/2), dari calon ketua Bank Sentral Jepang (BoJ) yang baru dinominasikan, dan pemikirannya tentang masa depan kontrol kurva imbal hasil (YCC) dan kebijakan super longgar.
Setiap tanda berakhirnya YCC lebih awal dapat melihat lonjakan imbal hasil secara global dan membuat yen melonjak, sehingga analis menganggap Kazuo Ueda akan berhati-hati untuk tidak menakuti pasar.
Imbal hasil yang lebih tinggi dan dolar AS yang lebih kuat tidak baik untuk emas, yang berjuang di 1.837 dolar AS per ounce dan tidak jauh dari level terendah lima minggu di 1.807 dolar AS.
Harga minyak mencoba stabil setelah merosot sekitar 4,0 persen minggu lalu di tengah tanda-tanda pasokan yang cukup dan kekhawatiran atas permintaan di masa depan. Brent naik tipis 14 sen menjadi diperdagangkan di 83,14 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 15 sen menjadi 76,49 dolar AS per barel.
Baca juga: Saham Asia dibuka tergelincir, kenaikan suku bunga cemaskan investor
Baca juga: Saham Asia jatuh, dolar naik karena prospek suku bunga naik menguat
Saham Asia dibuka melemah, khawatir atas kebijakan Fed dan BoJ
20 Februari 2023 08:49 WIB
Arsip Foto - Pejalan kaki berjalan di kawasan bisnis di Tokyo, Jepang, Senin (7/12/2020). ANTARA/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/am.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: