AS khawatirkan pasal-pasal dalam KUHP baru Indonesia
19 Februari 2023 13:46 WIB
Arsip foto - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Amerika Serikat Antony John Blinken disela Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/7/2022). ANTARA FOTO/POOL/Nyoman Budhiana/sgd/rwa/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menyampaikan kekhawatiran pemerintahnya terkait sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang baru, yang disahkan akhir tahun lalu.
Hal tersebut disampaikan Blinken kepada Menlu RI Retno Marsudi dalam pembicaraan via telepon, Kamis (16/2), menurut Departemen Luar Negeri AS.
"Menlu Blinken menyampaikan keprihatinan AS mengenai pasal-pasal tertentu dari hukum pidana baru di Indonesia," kata juru bicara Deplu AS Ned Price di situs web kantornya.
Selain Blinken, empat senator AS juga turut memprotes KUHP anyar tersebut dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Surat tertanggal 1 Februari 2023 itu ditandatangani Edward Markey, Tammy Baldwin, Tammy Duckworth, dan Cory Booker.
"Kami menulis surat ini kepada Anda dengan keprihatinan mendalam tentang hukum pidana baru yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022," kata mereka dalam surat itu, yang salinannya dipublikasikan di situs web Senat AS.
Mereka menyoroti beberapa pasal, termasuk yang terkait dengan hak asasi manusia, terutama yang menyangkut hak kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
KUHP baru Indonesia itu dinilai memuat beberapa pasal yang dapat digunakan untuk membatasi kebebasan media.
Termasuk dalam hal itu adalah soal kriminalisasi atas penyiaran berita yang belum diverifikasi dan undang-undang pencemaran nama baik.
Mereka menilai pasal-pasal tersebut akan memudahkan pihak berwenang mengadili orang-orang yang mengkritik pemerintah. Para senator AS itu juga menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap aturan yang dapat mengkriminalisasi sosialisasi penggunaan kontrasepsi dan aborsi, yang mereka nilai melanggar hak privasi jutaan orang.
Tak hanya soal HAM, mereka AS juga menilai kemungkinan KUHP baru berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim pada acara "US-Indonesia Investment Summit" mengatakan bahwa mengkriminalisasi keputusan pribadi setiap individu akan menjadi pertimbangan besar bagi perusahaan-perusahaan AS untuk berinvestasi di Indonesia.
"Hasil (pelaksanaan KUHP baru) dapat mengurangi investasi asing, pariwisata, dan perjalanan," kata dia.
Para senator AS itu juga mengatakan mereka meminta Presiden RI untuk mempertimbangkan kembali pasal-pasal tertentu dalam KUHP yang baru tersebut.
"... dan memastikan setiap pasal... konsisten dengan kewajiban Indonesia dalam mematuhi HAM internasional dan prinsip-prinsip konstitusionalnya sendiri," kata mereka dalam surat tersebut.
KUHP merupakan undang-undang yang mengatur hukuman bagi perbuatan pidana di Indonesia.
KUHP baru disahkan melalui Undang-Undang No.1 Tahun 2023 dan akan diberlakukan mulai 2 Januari 2026.
KUHP tersebut akan menggantikan KUHP sebelumnya yang ditetapkan dengan UU No. 1 Tahun 1946.
Baca juga: Jubir tepis isu KUHP disiapkan khusus untuk Sambo
Baca juga: Yasonna bantah isu pasal KUHP baru terkait Ferdy Sambo
Baca juga: Mahfud sebut video viral hubungkan KUHP-vonis Sambo seperti fitnah
Hal tersebut disampaikan Blinken kepada Menlu RI Retno Marsudi dalam pembicaraan via telepon, Kamis (16/2), menurut Departemen Luar Negeri AS.
"Menlu Blinken menyampaikan keprihatinan AS mengenai pasal-pasal tertentu dari hukum pidana baru di Indonesia," kata juru bicara Deplu AS Ned Price di situs web kantornya.
Selain Blinken, empat senator AS juga turut memprotes KUHP anyar tersebut dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Surat tertanggal 1 Februari 2023 itu ditandatangani Edward Markey, Tammy Baldwin, Tammy Duckworth, dan Cory Booker.
"Kami menulis surat ini kepada Anda dengan keprihatinan mendalam tentang hukum pidana baru yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022," kata mereka dalam surat itu, yang salinannya dipublikasikan di situs web Senat AS.
Mereka menyoroti beberapa pasal, termasuk yang terkait dengan hak asasi manusia, terutama yang menyangkut hak kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
KUHP baru Indonesia itu dinilai memuat beberapa pasal yang dapat digunakan untuk membatasi kebebasan media.
Termasuk dalam hal itu adalah soal kriminalisasi atas penyiaran berita yang belum diverifikasi dan undang-undang pencemaran nama baik.
Mereka menilai pasal-pasal tersebut akan memudahkan pihak berwenang mengadili orang-orang yang mengkritik pemerintah. Para senator AS itu juga menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap aturan yang dapat mengkriminalisasi sosialisasi penggunaan kontrasepsi dan aborsi, yang mereka nilai melanggar hak privasi jutaan orang.
Tak hanya soal HAM, mereka AS juga menilai kemungkinan KUHP baru berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim pada acara "US-Indonesia Investment Summit" mengatakan bahwa mengkriminalisasi keputusan pribadi setiap individu akan menjadi pertimbangan besar bagi perusahaan-perusahaan AS untuk berinvestasi di Indonesia.
"Hasil (pelaksanaan KUHP baru) dapat mengurangi investasi asing, pariwisata, dan perjalanan," kata dia.
Para senator AS itu juga mengatakan mereka meminta Presiden RI untuk mempertimbangkan kembali pasal-pasal tertentu dalam KUHP yang baru tersebut.
"... dan memastikan setiap pasal... konsisten dengan kewajiban Indonesia dalam mematuhi HAM internasional dan prinsip-prinsip konstitusionalnya sendiri," kata mereka dalam surat tersebut.
KUHP merupakan undang-undang yang mengatur hukuman bagi perbuatan pidana di Indonesia.
KUHP baru disahkan melalui Undang-Undang No.1 Tahun 2023 dan akan diberlakukan mulai 2 Januari 2026.
KUHP tersebut akan menggantikan KUHP sebelumnya yang ditetapkan dengan UU No. 1 Tahun 1946.
Baca juga: Jubir tepis isu KUHP disiapkan khusus untuk Sambo
Baca juga: Yasonna bantah isu pasal KUHP baru terkait Ferdy Sambo
Baca juga: Mahfud sebut video viral hubungkan KUHP-vonis Sambo seperti fitnah
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023
Tags: