KPK tahan tersangka kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung
17 Februari 2023 19:15 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan Wahyudi Hardi yang telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus suap penanganan perkara Mahkamah Agung dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (17/2/2023). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wahyudi Hardi (WH) yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas perannya melakukan penyuapan sebesar Rp3,7 miliar terhadap Hakim Yustisial Edy Wibowo.
"Terkait dengan kebutuhan dari penyidikan, tim penyidik menahan tersangka WH selama 20 hari pertama, mulai 17 Februari 2023 hingga 8 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Jumat.
Ghufron menerangkan bahwa konstruksi perkara yang menjerat Wahyudi berawal saat yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM).
Saat itu Yayasan Rumah Sakit SKM diputuskan dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar.
Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Pada Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, WH berinisiatif menyiapkan sejumlah uang, kemudian melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta Muhajir Habibie (MH) dan Albasri (AB) selaku pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi perkara yang Panitera Penggantinya adalah EW.
Baca juga: KPK tetapkan satu tersangka baru kasus suap di MA
Baca juga: Hakim Agung nonaktif SD didakwa terima suap 200 ribu SGD
Sebagai bentuk komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.
Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi masih berlangsung di MA. Pemberian sejumlah uang tersebut diduga, antara lain, untuk memengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Adapun pasal yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, penyidik KPK telah menetapkan 14 orang tersangka dengan perannya masing-masing dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.
Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Berikutnya pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
"Terkait dengan kebutuhan dari penyidikan, tim penyidik menahan tersangka WH selama 20 hari pertama, mulai 17 Februari 2023 hingga 8 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Jumat.
Ghufron menerangkan bahwa konstruksi perkara yang menjerat Wahyudi berawal saat yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM).
Saat itu Yayasan Rumah Sakit SKM diputuskan dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar.
Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Pada Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, WH berinisiatif menyiapkan sejumlah uang, kemudian melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta Muhajir Habibie (MH) dan Albasri (AB) selaku pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi perkara yang Panitera Penggantinya adalah EW.
Baca juga: KPK tetapkan satu tersangka baru kasus suap di MA
Baca juga: Hakim Agung nonaktif SD didakwa terima suap 200 ribu SGD
Sebagai bentuk komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.
Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi masih berlangsung di MA. Pemberian sejumlah uang tersebut diduga, antara lain, untuk memengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Adapun pasal yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan adalah Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, penyidik KPK telah menetapkan 14 orang tersangka dengan perannya masing-masing dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.
Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Berikutnya pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023
Tags: