Singapura (ANTARA) - Ekuitas Asia berada di level terendah dalam lebih dari sebulan pada Jumat, dan dolar melayang di sekitar level tertinggi enam minggu di tengah kembalinya harapan bank sentral AS akan tetap pada jalur pengetatan moneternya.

Data dari Departemen Tenaga Kerja AS semalam menunjukkan harga produsen bulanan telah meningkat pada Januari, sementara laporan terpisah dari lembaga tersebut menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun minggu lalu.

Indeks-indeks utama saham AS Kamis (16/2/2023) berakhir melemah tajam karena data ekonomi dari minggu ini menekankan kekakuan inflasi dan kekuatan ekonomi.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot sebanyak 1,19 persen menjadi 530,39 poin, terendah sejak 9 Januari. Indeks tergelincir 3,0 persen untuk bulan ini dan bersiap untuk kerugian minggu ketiga berturut-turut.

Indeks Nikkei Jepang ditutup 0,66 persen lebih rendah, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia berakhir turun 0,86 persen. Indeks saham-saham unggulan China CSI 300 ditutup merosot 1,44 persen, Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 1,18 persen, dan KOSPI Korea Selatan jatuh 0,98 persen.

Suasana suram akan berlanjut di Eropa, dengan Eurostoxx 50 berjangka turun 0,77 persen, DAX berjangka Jerman 0,69 persen lebih rendah dan FTSE berjangka turun 0,24 persen.

"Tidak peduli bagaimana Anda memotongnya, inflasi tetap panas," kata Tapas Strickland, kepala ekonomi pasar di National Australia Bank, dikutip dari Reuters. "Data terbaru mendukung pandangan Fed tentang perlunya terus menaikkan suku bunga dan menahannya lebih tinggi lebih lama."

Pasar sekarang memperkirakan suku bunga AS mencapai puncaknya di 5,28 persen pada Juli dan tetap di atas 5,0 persen hingga akhir tahun.

Dua pejabat Fed mengatakan pada Kamis (16/2/2023) bahwa bank sentral AS kemungkinan harus menaikkan suku bunga lebih banyak daripada yang dilakukannya awal bulan ini, dan memperingatkan bahwa kenaikan biaya pinjaman tambahan sangat penting untuk menurunkan inflasi kembali ke tingkat yang diinginkan.

"Data yang masuk tidak mengubah pandangan saya bahwa kita perlu membawa suku bunga fed fund di atas 5,0 persen dan menahannya di sana untuk beberapa waktu," kata Presiden Fed Cleveland, Loretta Mester. Pada pertemuan kebijakan 31 Januar i- 1 Februari Fed memilih untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga dan menaikkan suku bunga acuan overnight 25 basis poin ke kisaran 4,50-4,75 persen setelah serangkaian kenaikan suku bunga jumbo tahun lalu.

Namun sejak saat itu data ekonomi menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat dan inflasi yang panas membuat tekanan pada bank sentral untuk tetap berada di jalur pengetatan.

"Setelah laporan IHK (indeks harga konsumen) minggu ini membawa kembali kekhawatiran tentang laju pendinginan inflasi, IHP (indeks harga produsen) Januari juga terlihat lebih panas dari perkiraan," kata ahli strategi Saxo Markets.

Mereka mengatakan harga barang dan jasa meningkat pada Januari, menimbulkan keraguan atas narasi disinflasi barang dan terus mendukung tesis bahwa inflasi jasa bersifat kaku.

Meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga Fed lebih lanjut telah mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun mencatat kenaikan 5,1 basis poin menjadi 3,894 persen, tertinggi sejak 10 November.

Imbal hasil obligasi AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, naik 5,6 basis poin menjadi 4,675 persen, tertinggi dalam lebih dari tiga bulan.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam rival utamanya, naik 0,307 persen pada Jumat menjadi 104,43, tertinggi baru enam minggu.

Euro turun 0,33 persen pada 1,0633 dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1941 dolar, turun 0,43 persen hari ini. Kedua mata uang berada pada level terendah dalam lebih dari sebulan.

Yen Jepang melemah 0,60 persen menjadi 134,72 per dolar, setelah menyentuh level terendah dalam hampir dua bulan.

Di tempat lain, minyak mentah AS turun 0,9 persen menjadi diperdagangkan di 77,78 dolar AS per barel dan Brent berada di 84,44 dolar AS, turun 0,82 persen pada hari ini.

Baca juga: Saham Asia dibuka tergelincir, kenaikan suku bunga cemaskan investor
Baca juga: Saham Inggris reli hari keempat, indeks FTSE 100 terangkat 0,18 persen
Baca juga: Saham Hong Kong "rebound" ikuti kenaikan AS, China ditutup melemah