Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan lahirnya sekitar 300 ribu bayi berisiko stunting baru setiap tahunnya merupakan dampak dari skrining kesehatan calon ibu yang masih lemah dan perlu ditingkatkan.

“Kami laporkan di Indonesia (pasangan baru) yang menikah antara 1,9 juta hingga 2 juta per tahun. dari dua juta yang nikah yang hamil di tahun pertama 1,6 juta dan dari 1,6 juta yang stunting ada 300 ribu dalam keadaan sekarang,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Kick Off Meeting yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Hasto menuturkan sekitar 300 ribu bayi dilahirkan dalam kondisi stunting, karena banyak pasangan tidak memeriksakan kondisi kesehatannya sebelum menikah. Banyak pasangan sibuk mementingkan pergelaran pre-weddingnya yang memakan banyak biaya, dibandingkan melakukan pre-konsepsi.

Akibatnya, banyak calon ibu telat mendapatkan penanganan karena baru mengetahui jika dirinya mengidap sebuah suatu penyakit atau terkena anemia. Artinya, kehamilan ibu tidak dipersiapkan dengan sehat.

Belum lagi, kata Hasto, skrining kesehatan yang telat membuat banyak banyak ibu harus meninggal sia-sia ketika melahirkan. Dalam data milik BKKBN, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia kini masih 189 per 100.000 kelahiran hidup.

“Kami sedih, kita tidak melihat saja kematiannya ada dimana-mana. Bisa dibayangkan kalau 189 meninggal dari 100.000, itu kalau per satu juta yang mati jadi berapa ? mereka jadi meninggal sia-sia karena melahirkan, padahal kematian ibu itu bisa dicegah,” katanya.

Dampak lain dari skrining kesehatan yang lemah itu berujung pada angka kematian bayi (AKB) yang tinggi, yakin saat ini mencapai 16 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara angka prevalensi stuntingnya 21,6 persen.

“Maka dari itu kalau yang mau nikah, kita skrining dulu kadar Hb-nya harus memenuhi syarat, lingkar lengannya memenuhi syarat dan itu yang harus kita kerjakan bersama Menkes,” katanya.

Sebagai upaya nyata menciptakan generasi berkualitas sejak sebelum lahir, BKKBN sendiri sudah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah 600 ribu personel yang dibagi ke dalam 200 ribu tim.

Tujuannya adalah mendampingi keluarga baik dalam mempersiapkan kehamilan yang sehat ataupun menggaungkan bahaya stunting. Meski saat ini banyak personel masih menjalankan pelatihan, berbagai bentuk pelatihan TPK ditargetkan rampung pada Maret 2023, sehingga pendampingan jadi lebih berkualitas.

Cara pencegahan bayi stunting lainnya adalah melalui pembagian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri di sekolah bersama Kementerian Kesehatan. Kontrol kehamilan juga semakin diperkuat melalui penambahan waktu minimal pemeriksaan ANC dan USG.

Aplikasi Elsimil bahkan dihadirkan untuk mencatat kondisi kesehatan calon pasangan pengantin secara lengkap. Misalnya, mencatat tinggi dan berat badan, kadar hemoglobin, terkena anemia atau tidak dan lain sebagainya. Bersama Kementerian Agama, data-data itu dijadikan sebagai syarat untuk menikah agar pasangan yang merencanakan mempunyai anak, bisa menciptakan masa kehamilan yang baik dan tidak berisiko.

Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) juga dihadirkan guna meningkatkan asupan gizi keluarga berisiko stunting yang telah terdata berdasarkan hasil skrining dan Pendataan Keluaga (PK) milik BKKBN.

Dengan demikian, Hasto berharap dengan sejumlah skrining yang digencarkan, lahirnya bayi berisiko stunting bisa ditekan.