Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan pangan lokal bisa menjadi langkah antisipasi setiap keluarga untuk mencegah stunting pada anak saat menghadapi krisis kemarau.

“Makanya pendidikan pembelajaran dan sosialisasi (mengenai pencegahan stunting melalui panganan lokal) itu penting,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Kick Off Meeting yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Menanggapi adanya prediksi memasuki kemarau yang lebih kering, Hasto menuturkan pangan lokal yang murah bisa menjadi suatu alternatif dalam mencegah stunting.

Sebagai negara adidaya pangan, Indonesia bisa mengakali kemarau yang kemungkinan menyebabkan krisis pangan di sejumlah daerah dengan pangan lokal lainnya yang relatif baik untuk dikonsumsi oleh anak.

Baca juga: BKKBN sebut Pancasila dorong penanganan stunting lebih kuat

Baca juga: BKKBN nyatakan stunting harus tuntas untuk RI yang berkualitas


Ia mencontohkan kekeringan menyebabkan beras menjadi langka, maka masyarakat bisa mengakalinya dengan memakan singkong sebagai pemenuhan karbohidrat. Ia mengingatkan keluarga untuk tidak terpaku pada makanan instan seperti mi untuk mengenyangkan perut anak.

Menurut Hasto, setiap keluarga perlu mengubah pola pikirnya untuk tidak berfokus pada makanan instan yang lebih mudah diolah meski mempunyai pekerjaan yang padat.

Maka dari itu, ia menyarankan agar orang tua menyediakan waktunya sedikit untuk belajar mengolah pangan lokal sebagai Makanan Pendamping ASI (MPASI). Salah satunya belajar membuat bubur atau memasak makanan yang mengandung protein hewani dengan harga yang murah dan mudah didapat seperti telur, ikan semacam lele atau kembung dan daging ayam.

Hasto turut mengingatkan kemarau mungkin dapat berdampak pada perekonomian keluarga. Sehingga dirinya menyarankan supaya orang tua tidak terpaku pada bagaimana menyediakan susu formula bagi anak.

Sebab, pemenuhan gizi anak melalui susu yang terbaik sudah disediakan Tuhan melalui seorang ibu yang bisa memberikan ASI eksklusif sampai anak berusia enam bulan.

“Pencegahan stunting itu sebetulnya murah, kuncinya itu di protein hewani. Menurut saya, tidak usah mahal-mahal. Kenapa harus beli mi yang mohon maaf kita tidak tahu kandungan gizinya sebaik apa bagi anak, jangan hanya merasa ingin keren saja,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta setiap masyarakat untuk melakukan memitigasi musim kemarau pada 2023 ini. Salah satunya dengan cara memanen air hujan yang masih turun sampai hari ini.

Sebab, BMKG telah memprediksi jika musim kemarau di tahun 2023 akan lebih kering jika dibandingkan dengan periode tiga tahun terakhir (2020-2022).

"Pada saat kemarau nanti, air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dampak kekeringan akibat musim kemarau," katanya.

Dengan demikian, sektor-sektor yang terdampak seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, dan kebencanaan perlu melakukan langkah antisipatif untuk meminimalkan potensi dampak kekeringan sebagai konsekuensi kondisi curah hujan rendah tersebut.

Kondisi cuaca yang kering, kata dia, juga berpotensi mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Langkah pencegahan harus dilakukan semua pihak terkait sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi," kata dia.*

Baca juga: Program Posyandu Prima Surabaya jadi percontohan nasional

Baca juga: Menko PMK: Penurunan stunting jadi kunci penyiapan generasi unggul RI