Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia berpotensi lebih tinggi pada 2023 dari prakiraan sebelumnya yang sebesar 2,3 persen.

"Pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih baik dari prakiraan dengan penghapusan Zero Covid Policy di Tiongkok," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Februari 2023 yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Kamis.

Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi China berpotensi lebih tinggi dengan permintaan domestik yang meningkat sejalan pembukaan ekonomi China pascapenghapusan Zero Covid Policy. Perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi.

Baca juga: BI perkirakan ekonomi Indonesia 2023 cenderung tumbuh lebih tinggi

Selain itu, ia menuturkan inflasi dunia menurun secara gradual dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan gangguan rantai pasokan, meskipun tetap di level tinggi seiring harga energi dan pangan yang belum turun signifikan dan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa yang masih ketat.

Inflasi yang melandai diperkirakan mendorong kebijakan moneter ketat di negara maju mendekati titik puncaknya, dengan suku bunga diperkirakan masih tetap tinggi di sepanjang 2023.

Di samping itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia juga mereda sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan depresiasi nilai tukar di berbagai negara tersebut juga berkurang.

Sebelumnya, dalam pengumuman hasil RDG BI Januari 2023 pada 19 Januari 2023, BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,3 persen dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6 persen.

Baca juga: Chatib Basri perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,5 persen di 2023

Pertumbuhan ekonomi global yang semakin melambat dari prakiraan sebelumnya itu disebabkan oleh fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.

Koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut juga disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.