Brussels (ANTARA) - Pakta Pertahanan Atlantik Utara (/NATO) perlu "meningkatkan produksi" amunisinya karena tingkat penggunaan Ukraina telah menipiskan kapasitas saat ini dan menguras persediaan yang ada, kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Senin (13/2).

Konflik di Ukraina "menghabiskan sangat banyak amunisi dan menipiskan persediaan (amunisi) sekutu (NATO)," kata Stoltenberg kepada wartawan menjelang pertemuan menteri pertahanan negara-negara anggota NATO.

"Tingkat pengeluaran amunisi Ukraina saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat produksi kami saat ini. Ini membuat industri pertahanan kami berada di bawah tekanan," ucapnya.

Stoltenberg mengatakan waktu tunggu amunisi kaliber besar saat ini telah meningkat dari 12 bulan menjadi 28 bulan.

"Pesanan yang masuk hari ini baru akan tersedia dua setengah tahun kemudian. Jadi, kami perlu menggenjot produksi dan berinvestasi pada kapasitas produksi kami," ujarnya.

Pada Selasa (14/2), para menteri pertahanan NATO akan membahas permintaan Ukraina yang ingin mendapatkan lebih banyak pasokan senjata.

Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov akan bergabung dalam pertemuan Kelompok Kontak yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk Ukraina dan dalam pertemuan menteri pertahanan NATO.

Stoltenberg mengatakan bahwa aliansi tersebut telah memutuskan untuk membentuk sel koordinasi baru di Markas Besar NATO guna mendukung upayanya mencegah dan melawan ancaman terhadap infrastruktur penting, termasuk kabel dan jalur pipa bawah laut.

Dalam beberapa laporan pers, Angkatan Laut AS belakangan dituding terlibat dalam serangan pada September 2022 yang menyasar jalur pipa gas Nord Stream di zona ekonomi eksklusif Swedia dan Denmark di bawah Laut Baltik, yang dibangun untuk mengalirkan gas alam dari Rusia ke Jerman.

Wartawan investigasi AS Seymour Hersh dalam beberapa hari terakhir menuding para penyelam Angkatan Laut AS meledakkan bahan peledak di bawah jalur pipa tersebut selama latihan maritim Operasi Baltik 2022 NATO.