Brussels (ANTARA) - Tagihan negara-negara Eropa untuk melindungi rumah tangga dan perusahaan-perusahaan dari melonjaknya biaya energi naik menjadi hampir 800 miliar euro, kata para peneliti pada Senin (13/2/2023), mendesak mereka lebih terukur dalam pengeluaran untuk mengatasi krisis energi.
Negara-negara Uni Eropa kini telah menyediakan atau mengalokasikan 681 miliar euro dalam pengeluaran krisis energi, sementara Inggris mengalokasikan 103 miliar euro dan Norwegia 8,1 miliar euro sejak September 2021, menurut analisis lembaga think-tank Bruegel.
Total 792 miliar euro dibandingkan dengan 706 miliar euro dalam penilaian terakhir Bruegel pada November, karena negara-negara terus melewati musim dingin untuk menghadapi dampak dari Rusia yang menghentikan sebagian besar pengiriman gasnya ke Eropa pada 2022.
Jerman menduduki puncak grafik pengeluaran, mengalokasikan hampir 270 miliar euro - jumlah yang melampaui semua negara lain. Inggris, Italia, dan Prancis adalah yang tertinggi berikutnya, meskipun masing-masing menghabiskan kurang dari 150 miliar euro. Sebagian besar negara UE menghabiskan sebagian kecil dari itu.
Berdasarkan per kapita, Luksemburg, Denmark, dan Jerman adalah pembelanja terbesar.
Pengeluaran yang dialokasikan oleh negara-negara untuk krisis energi sekarang berada di liga yang sama dengan dana pemulihan COVID-19 UE sebesar 750 miliar euro. Disetujui pada tahun 2020, Brussels mengambil utang bersama dan menyebarkannya ke 27 negara anggota blok itu untuk mengatasi pandemi.
Baca juga: Sejumlah negara ingatkan UE atas perubahan "mode krisis" pasar energi
Pembaruan pengeluaran energi datang ketika negara-negara memperdebatkan proposal UE untuk melonggarkan aturan bantuan negara lebih lanjut untuk proyek teknologi hijau, karena Eropa berusaha bersaing dengan subsidi di Amerika Serikat dan China.
Rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran di beberapa ibu kota UE bahwa mendorong lebih banyak bantuan negara akan mengganggu ketenangan pasar internal blok tersebut. Jerman telah menghadapi kritik atas paket bantuan energi yang sangat besar, yang jauh melampaui kemampuan negara-negara UE lainnya.
Bruegel mengatakan pemerintah telah memfokuskan sebagian besar dukungan pada langkah-langkah yang tidak ditargetkan untuk mengekang harga eceran yang dibayar konsumen untuk energi, seperti pemotongan PPN pada batas harga bensin atau listrik eceran.
Lembaga pemikir itu mengatakan bahwa dinamika perlu diubah, karena negara-negara kehabisan ruang fiskal untuk mempertahankan pendanaan sebesar itu.
"Alih-alih langkah-langkah menekan harga yang merupakan subsidi bahan bakar fosil secara de facto, pemerintah sekarang harus mendorong lebih banyak kebijakan pendukung pendapatan yang ditargetkan ke dua kuintil terendah dari distribusi pendapatan dan menuju sektor strategis ekonomi," kata analis riset Giovanni Sgaravatti.
Baca juga: Kepala energi UE sebut pembatasan harga gas mungkin musim dingin ini
Baca juga: Pemimpin Uni Eropa sepakati peta jalan atasi lonjakan harga energi
Pengeluaran Eropa untuk krisis energi dekati 800 miliar euro
14 Februari 2023 07:43 WIB
Foto Dokumen: Pemandangan umum pipa dari fasilitas penyimpanan gas bawah tanah Latvijas Gaze di Incukalns 12 Agustus 2014. ANTARA?REUTERS/Ints Kalnins
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023
Tags: