Kampala (ANTARA) - Langkah Pemerintah Uganda untuk menutup Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menuai kritik keras dari oposisi dan aktivis, yang mengatakan keputusan itu menyoroti buruknya rekam jejak kebebasan sipil di negara itu.

Pemerintah Uganda minggu lalu mengatakan kepada Kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) bahwa mereka tidak akan memperpanjang mandat kantor HAM PBB di negara Afrika timur itu. Langkah itu berarti secara efektif mengusir pemantau HAM PBB dari Uganda.

Kantor itu didirikan pada 2006 dan telah menyoroti tingginya pelanggaran HAM seperti kasus penyiksaan, penahanan ilegal, dan kegagalan negara dalam menuntut pelaku.

Dalam sebuah surat kepada OHCHR, Pemerintah Uganda mengatakan kehadiran PBB tidak lagi diperlukan karena kemajuan yang dicapai dalam membangun kapasitas domestik untuk mengawasi kepatuhan terhadap HAM, serta munculnya masyarakat sipil yang kuat.

Para oposisi pemerintahan Presiden Yoweri Museveni, yang telah berkuasa sejak 1986, menyatakan ketidaksetujuan atas penutupan kantor itu.

"Rezim di Uganda harus dikucilkan oleh seluruh orang pencari demokrasi," kata Bobi Wine, seorang mantan bintang pop yang menjadi politisi dan menjadi kepala partai oposisi Platform Persatuan Nasional (NUP).

Wine kalah terhadap Museveni dalam pemilihan presiden pada Januari 2021. Pilpres Uganda 2021 juga disertai dengan banyak petugas keamanan menggunakan senjata dan menembak gas air mata. Warga juga memprotes kekerasan yang dilakukan petugas keamanan.

Wine, yang menuduh bahwa hasil akhir pilpres itu penuh dengan kecurangan, pernah ditangkap beberapa kali selama masa kampanye.

Menteri Luar Negeri Uganda Henry Okello Oryem mengatakan kepada Reuters bahwa Kantor HAM PBB dibuka di Uganda untuk memonitor pelanggaran HAM selama perang di bagian utara negara itu. Perang itu sudah berakhir hampir dua dekade lalu.

"Karena perang itu sudah selesai, kantor itu tidak lagi relevan," kata Oryem.

OHCHR menolak untuk memberi komentar tentang keputusan pemerintah tersebut.

Kepala Yayasan HAM Uganda Livingstone Sewanyana menyatakan keberatan atas alasan pemerintah untuk menutup kantor itu, dengan mengatakan, "Selama beberapa tahun terakhir...ruang (kebebasan) sipil telah menyusut."

Sumber: Reuters
Baca juga: Uganda: Mandat Kantor HAM PBB tidak akan diperbarui
Baca juga: Presiden Uganda perpanjang masa karantina di pusat wabah Ebola
Baca juga: Sekjen PBB serukan penyetaraan ketersediaan, kualitas pengobatan HIV