Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta hingga saat ini belum memiliki rencana untuk menerapkan operasi yustisi karena penekanan program masih penyuluhan terkait layanan tertib administrasi kependudukan.

“Yang kami lakukan saat ini adalah melakukan program pembinaan kependudukan kepada masyarakat,” Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Budi Awaludin di Jakarta, Jumat.

Pihaknya lebih menekankan sosialisasi layanan tertib administrasi kependudukan dibarengi dengan layanan jemput bola kepada masyarakat di antaranya pelayanan akta kelahiran, akta perkawinan dan akta kematian.

Kemudian, pelayanan perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik bagi pemula dan pembuatan Kartu Identitas Anak (KIA) serta membarui data kependudukan lainnya.

Budi menambahkan operasi yustisi terakhir dilaksanakan pada 2012.

Baca juga: Peniadaan operasi yustisi di DKI berpotensi timbulkan masalah baru

Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebutkan perpindahan penduduk meningkat dari luar Ibu Kota ke Jakarta terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Meski demikian, Pemprov DKI tidak membatasi pergerakan penduduk menuju Jakarta.

Walau pun, kata dia, pada kenyataannya banyaknya perpindahan penduduk di Jakarta menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.

Ia memberikan contoh, di salah satu ruang perawatan di RSUD Pasar Minggu, lebih dari setengah, kapasitasnya diisi oleh warga non-KTP DKI dan beberapa rumah sakit juga demikian.

Dengan bertambahnya kapasitas tersebut, Pemprov DKI menambah kapasitas dan memerlukan anggaran.

Baca juga: Pemprov DKI Jakarta tidak membatasi arus urbanisasi

“Kami Pemda DKI tidak bisa melarang. Tapi ke depan, APBD DKI akan terbebani. Contoh RS Pasar Minggu harus dibesarkan, Pemda DKI berkewajiban menambah tempat tidur,” katanya.

Bertambahnya jumlah penduduk salah satunya di lokasi yang banyak ditemukan masyarakat berpenghasilan rendah, juga diperkirakan mendorong tingkat kemiskinan ekstrem di Jakarta.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, per Maret 2022 jumlah kemiskinan ekstrem di Jakarta mencapai 95.668 jiwa atau 0,89 persen dari total penduduk di Ibu Kota mencapai sekitar 10,7 juta jiwa.

Persentase itu naik 0,29 persen dibandingkan periode sama pada 2021 sebesar 0,6 persen.

Padahal, Pemprov DKI menggelontorkan 17 jenis bantuan sosial kepada masyarakat kurang mampu dan data ini sedang diverifikasi oleh BPS dan Pemprov DKI berdasarkan kondisi sosial ekonomi untuk memastikan angka kemiskinan ekstrem.

Baca juga: Anggota DPRD DKI dukung tidak ada operasi yustisi di Jakarta