"Untuk memperjuangkan gedung kesenian, seniman dan budayawan yang tergabung dalam Aliansi Peduli Cagar Budaya (APCB) melakukan aksi unjuk rasa dan pendekatan dengan jajaran Pemkot Palembang," kata Budayawan Palembang, Vebri Al Lintani di Palembang, Kamis.
Menurut Vebri, pada awal Februari 2023 ini, APCB Palembang menggelar aksi unjuk rasa secara damai untuk mendesak Wali Kota Palembang, Harnojoyo memberikan bangunan cagar budaya Balai Pertemuan di kawasan Sekanak untuk dijadikan gedung kesenian.
Gedung pertemuan tersebut hingga sekarang ini masih terbengkalai dibiarkan rusak dan dalam kondisi kosong bertahun-tahun.
Melihat kondisi tersebut, Aliansi Peduli Cagar Budaya Palembang juga mengkaji untuk membawa kasus pengrusakan Balai Pertemuan Palembang ke ranah hukum.
“Kemarin kami menggugat darurat cagar budaya kepada Wali Kota Palembang, sebelum aksi ke Pemkot kami berkumpul di Balai Pertemuan dan sangat terkejut melihat kondisinya yang rusak parah," ujar Vebri.
Baca juga: Seniman Palembang butuh tempat berkarya dan pertunjukan milik sendiri
Sementara seniman Ali Goik menjelaskan, Balai Pertemuan itu adalah cagar budaya yang masuk dalam kawasan cagar budaya Benteng Kuto Besak (BKB) dan berada di belakang kantor Wali Kota Palembang yang seharusnya bisa terawat dengan baik.
Untuk itu, setelah menyampaikan soal Darurat Cagar Budaya ke Pemkot Palembang, APCB akan melanjutkan aksi secara bergelombang dengan massa yang lebih besar
Kemudian akan menyurati Presiden Joko Widodo serta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Dirjen Kebudayaan RI, TACB Pusat serta Balai Pelestarian Kebudayaan VI Sumatera Selatan untuk meninjau langsung kondisi Balai Pertemuan Palembang.
Kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) dikenal sebagai kawasan societiet di zaman Keresidenan Palembang dibangun pada 1928, terletak di sebelah barat Benteng Kuto Besak, tepatnya di Jalan Sekanak, Kecamatan Bukit Kecil.
Dalam kawasan societeit ini terdapat tiga gedung, pertama dua gedung di antara jalan Sekanak dan Jalan Bari, gedung utama menghadap ke Jalan Sekanak, sedangkan gedung ke dua menghadap Jalan Bari.
Baca juga: Anna Kumari, seniman Palembang pelestari budaya
Selain itu , gedung utama yang saat ini dikenal dengan Balai Prajurit atau disebut juga dengan rumah bola digunakan sebagai gedung pertunjukan (schouw burg) dan kegiatan bersenang-senang seperti pesta dansa oleh Belanda.
Lalu di zaman Belanda menjadi bioskop Luxor (1928) dan bioskop Mustika (1970) di masa kemerdekaan.
Sedangkan di belakangnya, terdapat bangunan yang sekarang menjadi Sekretariat Himpunan Putera Puteri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD).
Kemudian gedung yang menghadap Sungai Musi atau Jalan Sultan Mahmud Badaruddin II dikenal sebagai Balai Pertemuan atau Gedung Pamong Praja.
Kedua gedung tersebut dibangun dengan gaya arsitektur art deco, ujar Ali.
Baca juga: Palembang kota tertua di Indonesia tak miliki cagar budaya tetap
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Agus Rizal dan Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemberdayaan Sosial dan Masyarakat Zanariah mengatakan apa yang disampaikan APCB akan dipelajari dan dibahas bersama.
Mengenai cagar budaya dan yang berhubungan dengan formulasi TACB, pihaknya akan mengkomposisikan tim tersebut 70 persen dari pihak akademisi, sejarawan, budayawan dan 30 persen dari pemerintahan.
Mengenai gedung Balai Pertemuan/KBTR, pihaknya dan Dewan Kesenian Palembang (DKP) sudah mengupayakan gedung itu sebagai taman budaya.
“Nanti akan kami informasikan kembali ke Wali Kota, mudah-mudahan dengan forum seperti ini bisa segera mendapat respon positif " ujar Agus.
Mengenai aksi pengrusakan benda-benda cagar budaya di Kota Palembang yang dikeluhkan para seniman dan budayawan, pihaknya mengecam keras dan memohon dukungan dari kawan-kawan, untuk bersama melestarikan dan menjaga benda-benda cagar budaya yang ada di Palembang, ujar Agus.
Baca juga: TACB Palembang rekomendasikan empat objek jadi cagar budaya tetap
Baca juga: Pakar: Kekayaan intelektual perkuat identitas budaya palembang