Jakarta (ANTARA) - PT Hillcon Tbk (HILL), calon emiten penyedia jasa konstruksi sipil dan jasa pertambangan nikel dan batu bara menargetkan meraih laba bersih sekitar Rp700 miliar pada 2023, setelah perseroan melakukan Initial Public Offering (IPO).

"Dengan IPO, perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan tahun ini dapat mencapai 1,5 kali hingga 2 kali dari tahun sebelumnya dan diharapkan dapat mencetak laba bersih sekitar Rp700 miliar," ungkap Direktur Hillcon Jaya Angdika dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Hillcon akan mendapatkan Rp553 miliar dari emisi IPO setelah masa penawaran awal atau bookbuilding mengalami kelebihan permintaan 1,3 kali dengan permintaan dari investor jangka panjang mendominasi.

"Tingginya minat investor institusi akan saham HILL menunjukkan bahwa bisnis kami terutama pertambangan nikel merupakan industri dengan prospek pertumbuhan yang sangat cerah,” ujar CEO Hillcon Hersan Qiu.

Baca juga: Hillcon bidik dana segar dari IPO Rp884,6 miliar

Seusai masa penawaran awal pada 12 Januari hingga 3 Februari 2023, perkiraan tanggal efektif pada 15 Februari 2023 dan dilanjutkan dengan perkiraan masa penawaran umum pada 17 Februari 2023.

Kemudian, perkiraan tanggal penjatahan pada 21 Februari 2023, dilanjutkan dengan distribusi saham diperkirakan pada 22 Februari 2023 dan diperkirakan mulai tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 23 Februari 2023.

Hillcon menunjuk PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan PT Sucor Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek, dan PT Macquarie Sekuritas Indonesia sebagai penjamin emisi efek IPO HILL.

Hersan mengungkapkan 55 persen dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja anak usaha PT Hillconjaya Sakti (HS) untuk biaya produksi penambangan, termasuk biaya bahan bakar, overhead, dan pemeliharaan seluruh alat.

Sisanya, 45 persen akan digunakan untuk belanja modal atau capex untuk pembelian alat-alat berat seperti main fleet dan supporting fleet yang mendukung kegiatan operasional HS di sektor nikel.

Baca juga: Bahlil minta perbankan dukung pembiayaan hilirisasi

Perusahaan yang beroperasi di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara ini meraih pendapatan sekitar Rp3,2 triliun, dengan laba induk sekitar Rp300 miliar hingga Desember 2022.

Indonesia sebagai produsen nikel terbesar dunia diperkirakan memproduksi sekitar 1,2 juta ton nikel pada tahun 2022 atau 37,5 persen dari produksi global.

Selain itu, memiliki 22 persen cadangan terbukti nikel (21 juta ton nickel metal), dengan perkiraan pangsa pasar 38 persen dari nikel jadi pada tahun 2024.