Rektor Untirta sebut kuota afirmasi untuk aksesibilitas anak pendidik
7 Februari 2023 19:37 WIB
Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) yang juga Ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri (BKS-PTN) Wilayah Barat Fatah Sulaiman (kiri) di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Bandarlampung, Selasa (7/2/2023). ANTARA/Dian Hadiyatna
Bandarlampung (ANTARA) - Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) yang juga Ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri (BKS-PTN) Wilayah Barat, Fatah Sulaiman, menyebutkan bahwa kuota afirmasi merupakan aksesibilitas untuk putra-putri pendidik.
"Kuota afirmatif ini sebetulnya untuk mengakomodir beban lingkungan di masing-masing perguruan tinggi, seperti dosen dan guru," katanya saat menjadi saksi atas terdakwa Karomani pada sidang lanjutan kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unila, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa.
Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan amanah Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 yang mengatur aksesibilitas putra-putri pendidik diberikan kemudahan akses.
"Untuk pasal saya lupa. Tapi dalam penerimaannya juga harus ada passing grade," kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa untuk kuota afirmasi hanya bisa melalui jalur mandiri karena untuk seleksi nasional masuk perguruan tinggi (SNMPTN) dan seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) tidak memungkinkan.
Ia pun mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil diskusi dari perguruan tinggi negeri (PTN) yang berada di wilayah Barat ditetapkan bahwa untuk afirmasi di masing-masing PTN sebesar 30 persen dan 70 persen lulus murni dari kuota PMB.
"Tahun 2022 ada 25 dari 37 perguruan tinggi yang mengajukan proposal untuk ikut gabung seleksi mandiri melalui BKS-PTN Wilayah Barat. Jadi awalnya ada 20 persen kuota afirmasi, namun ada yang keberatan dari beberapa PTN, kemudian saya sarankan 30 persen afirmatif," kata dia.
Terkait Unila tidak sesuai menjalankan kesepakatan yang telah ditetapkan yakni 30 persen afirmasi dan 70 persen melalui sistem lulus murni, Rektor Untirta itu mengakui tidak mengetahuinya.
"Saya tidak tau kalau kuota Unila tidak 30 persen karena pengawasan ke masing-masing perguruan tinggi anggota belum ada. Ke depan akan ada perbaikan dan pengawasan akan dilakukan," kata dia.
"Kuota afirmatif ini sebetulnya untuk mengakomodir beban lingkungan di masing-masing perguruan tinggi, seperti dosen dan guru," katanya saat menjadi saksi atas terdakwa Karomani pada sidang lanjutan kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unila, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa.
Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan amanah Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 yang mengatur aksesibilitas putra-putri pendidik diberikan kemudahan akses.
"Untuk pasal saya lupa. Tapi dalam penerimaannya juga harus ada passing grade," kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa untuk kuota afirmasi hanya bisa melalui jalur mandiri karena untuk seleksi nasional masuk perguruan tinggi (SNMPTN) dan seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) tidak memungkinkan.
Ia pun mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil diskusi dari perguruan tinggi negeri (PTN) yang berada di wilayah Barat ditetapkan bahwa untuk afirmasi di masing-masing PTN sebesar 30 persen dan 70 persen lulus murni dari kuota PMB.
"Tahun 2022 ada 25 dari 37 perguruan tinggi yang mengajukan proposal untuk ikut gabung seleksi mandiri melalui BKS-PTN Wilayah Barat. Jadi awalnya ada 20 persen kuota afirmasi, namun ada yang keberatan dari beberapa PTN, kemudian saya sarankan 30 persen afirmatif," kata dia.
Terkait Unila tidak sesuai menjalankan kesepakatan yang telah ditetapkan yakni 30 persen afirmasi dan 70 persen melalui sistem lulus murni, Rektor Untirta itu mengakui tidak mengetahuinya.
"Saya tidak tau kalau kuota Unila tidak 30 persen karena pengawasan ke masing-masing perguruan tinggi anggota belum ada. Ke depan akan ada perbaikan dan pengawasan akan dilakukan," kata dia.
Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: