Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah mengatakan, pemberian fasilitas jaminan terhadap pinjaman luar negeri antarbank ("Interbank Debt Exchange Offer Program"/EOP) telah berakhir. "Program ini secara makro bertujuan untuk mengurangi tekanan pada neraca pembayaran karena tingginya permintaan valas untuk membayar kewajiban luar negeri yang jatuh tempo pada saat krisis dan untuk memulihkan kembali kepercayaan perbankan internasional kepada perbankan di Indonesia", kata Burhanuddin Abdullah, dalam keterangan tertulis BI, di Jakarta, Selasa. Program EOP merupakan salah satu program implementasi Frankfurt Agreement yang disepakati 4 Juni 1998 antara Pemerintah Indonesia dan Bank Steering Committee untuk mengatasi krisis keuangan yang dimulai pertengahan tahun 1997. Sampai dengan berakhirnya program EOP, total kewajiban luar negeri perbankan yang dipertukarkan adalah sebesar 6,3 miliar dolar dan diikuti oleh 42 bank peserta. Selain untuk mengurangi tekanan pada neraca pembayaran, program ini sangat bermanfaat bagi perbankan karena memberikan kesempatan kepada bank untuk menata kembali jatuh tempo kewajiban Pinjaman Luar Negerinya dan memberikan kesempatan pada bank untuk memperbaiki "cashflow" mereka. Hingga pembayaran terakhir kewajiban program EOP pada 1 Juni 2005, Bank Indonesia sebagai penjamin dengan "counter guarantee" Pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan dana talangan karena bank-bank yang menggunakan fasilitas ini sanggup melakukan pembayaran pinjaman dengan menggunakan dana sendiri sesuai jadwal yang telah ditentukan. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia dalam waktu dekat akan mencabut ketentuan yang mengatur pelaksanaan EOP yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/12/PBI/2000 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank dan PBI Nomor 3/14/PBI/2001 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 2/12/PBI/2000 Tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antarbank.(*)