Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi terkini oleh Vital Strategies yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Public Health menemukan bahwa pemasaran rokok elektrik secara digital di Indonesia lebih masif dibanding India dan Meksiko.

Indonesia bersama India dan Meksiko dipilih sebagai sampel studi karena perbedaan regulasi rokok elektrik dan jumlah populasi anak muda dengan akses daring yang tinggi.

Berdasarkan pemasaran rokok elektronik terpantau di ketiga negara tersebut, volume terbesar ditemukan di Indonesia (72 persen dari jumlah kasus terpantau), diikuti oleh Meksiko (22 persen) dan India (6 persen), menurut Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) dalam pernyataan pers, Senin.

Studi itu menganalisis sekitar 1.473 kasus pemasaran rokok elektronik di tiga negara itu selama periode waktu empat bulan penelitian, mulai Desember 2021 sampai dengan Maret 2022.

Sebagian besar kasus ditemukan di Indonesia, di mana secara efektif tidak ada larangan terhadap rokok elektronik (72 persen atau 1.029 unggahan), diikuti oleh Meksiko, yang memberlakukan pembatasan sebagian pada saat penelitian dilakukan (22 persen atau 318 unggahan), dan India, yang menerapkan larangan penuh (6 persen atau 90 unggahan).

Temuan itu diperoleh melalui TERM dari Vital Strategies yang merupakan sebuah sistem pemantauan pemasaran rokok secara digital. TERM juga memberikan gambaran ringkas mengenai situasi pemasaran rokok secara daring kepada para pembuat kebijakan melalui mekanisme pemantauan media sosial yang bekerja secara terus menerus.

Baca juga: SF-ITB: Produk tembakau alternatif berisiko kesehatan lebih rendah

Di semua negara yang diteliti, dalam studi itu, sebagian besar pesan yang disampaikan fokus pada atribut produk yang paling menarik bagi anak muda. Di Indonesia, mayoritas unggahan (58 persen) fokus pada produk yang dapat disesuaikan selain dengan selera konsumen dan tersedianya berbagai rasa buah-buahan, warna serta desain gawai yang tersedia.

Akun-akun pemasar di Indonesia mengarahkan konsumen ke berbagai jalur penjualan yang termuat dalam profil tersebut, sekaligus opsi lain untuk memudahkan interaksi konsumen dengan merek produk. Sebagian besar pemasaran terpantau dilakukan melalui platform Meta, terutama Facebook dan Instagram, meskipun Meta sudah memiliki kebijakan iklan sendiri.

"Bagi negara-negara yang peduli kepada anak mudanya serta kalangan yang rentan terhadap rokok, penelitian kami menunjukkan bahwa kita tidak dapat membiarkan produk rokok dan pemasaran rokok tanpa regulasi," kata wakil direktur untuk advokasi dan riset global di Vital Strategies Nandita Murukutla.
​​​​​​
Menurut Murukutla, di Indonesia, yang belum meregulasi rokok elektrik, terdapat frekuensi tertinggi pemasaran rokok elektrik. Sementara di India, di mana rokok elektrik sama sekali dilarang, frekuensinya paling rendah.

Dengan temuan tersebut, TERM merekomendasikan perlunya disusun aturan pemasaran demi mencegah ketergantungan anak muda terhadap rokok elektronik. Pengaturan kegiatan pemasaran harus mencakup rokok dan semua produk tembakau lainnya, termasuk produk nikotin, diterapkan di seluruh kanal media, serta diberlakukan pada semua pihak terkait.

Baca juga: Dokter spesialis paru bilang toksisitas vape nyata

Baca juga: Studi: Vaping sebabkan kerusakan gigi dan penyakit periodontal