Surabaya (ANTARA) - Doktor muda Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, S.Si., M.Si., menemukan vaksin COVID-19 halal berbasis imunoterapi dengan sel dendritik melalui penelitian disertasi yang dilakukan.

"Vaksin ini memiliki berbagai macam kelebihan seperti aspek halal, respons imun lebih cepat, tidak memerlukan adjuvant, tidak adanya penolakan dari tubuh, dan efek samping yang minimal," kata Arif kepada wartawan di Surabaya, Kamis.

Pria kelahiran 3 Februari 1994 mengatakan, vaksin ini memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan vaksin lainnya. "Jika vaksin yang lain masih memiliki berbagai macam kekurangan seperti efek samping yang berat, adanya respon penolakan tubuh, dan aspek halal yang masih belum terpenuhi," ungkap Arif.

Penelitian yang dilakukan Arif tersebut bermula saat COVID-19 pertama kali masuk di Indonesia pada Maret 2020. Arif bersama tim dari Professor Nidom Foundation melakukan analisis terhadap virus COVID-19. Penelitian yang dilakukan pada disertasinya berfokus pada protein S atau spike.

Protein yang didapat itu lalu dipetakan melalui metode in silico dan in vitro, di mana hasilnya berupa protein terbaik dalam menghasilkan respons imun.

Baca juga: Kemenkes: Vaksin Merah Putih perkuat sistem ketahanan kesehatan

Baca juga: BPOM dukung penerbitan EUL untuk ekspor Vaksin Merah Putih


Hasil penelitian juga telah melalui proses publikasi jurnal ilmiah pada 2020 dan 2021 lalu yang masuk pada jurnal internasional terindeks Scopus baik Q2 maupun Q1.

Arif mengungkapkan proses penelitian berjalan bukan tanpa kendala. Kesulitan pernah dia hadapi, seperti pada aspek pendanaan dan fasilitas pendukung penelitian.

Kendati demikian, dukungan penuh dari Professor Nidom Foundation, serta dana penelitian dari Program Beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor Untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membuatnya dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.

Penelitian yang dihasilkan oleh Arif tersebut dapat menjadi dasar konstruksi protein S yang digunakan dalam pembuatan vaksin berbasis imunoterapi dengan sel dendritik.

"Hasil penelitian ini dapat menunjang kemandirian Indonesia tanpa menggantungkan diri pada bangsa lain untuk ketersediaan protein S," kata doktor muda lulusan program doktor Fakultas Kedokteran Hewan Unair tersebut.

Hasil penelitian berupa vaksin ini akan terus dikembangkan sehingga tidak hanya mengendap di perpustakaan atau bahkan berhenti pada publikasi ilmiah saja.

"Harapannya vaksin ini dapat digunakan lebih luas untuk masyarakat Indonesia mengingat akan keunggulan dibanding lainnya seperti aspek halal dan minimnya efek samping yang ditimbulkan," katanya.

Baca juga: Relawan uji klinik vaksin Merah Putih akan disuntik dua dosis vaksin

Baca juga: BPOM berharap Vaksin Merah Putih didaftarkan ke WHO