Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengadakan pembicaraan mendetail terkait isu Myanmar bersama Komisi I DPR RI dalam format pertemuan tertutup saat rapat kerja dengan salah satu agendanya membahas rencana kerja dan program prioritas keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023.

"Untuk penjelasan secara lebih detail dan mengingat sensitivitas isunya, kami mohon izin melakukannya nanti dalam format pertemuan tertutup," kata Retno di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin.

Di awal, Retno memaparkan isu Myanmar menjadi tantangan internal ASEAN, terlebih dalam kaitannya tanggung jawab Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 yang mengambil tema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".

Baca juga: Menlu Retno jelaskan arti tema keketuaan Indonesia di ASEAN 2023

Sebagai pemegang tampuk keketuaan ASEAN 2023, Retno menyebut Indonesia akan mengacu pada Konsensus Lima Poin (5PC) dalam membantu penyelesaian krisis di Myanmar, seperti upaya yang terus diimplementasikan oleh keketuaan ASEAN sebelumnya, yakni Brunei Darussalam dan Kamboja.

"Platform yang akan kita gunakan kan tentunya rujukannya adalah Five-Point of Consensus, plus kalau terkait dengan juga masalah prinsip maka acuannya adalah ASEAN Charter, Piagam ASEAN. Piagam ASEAN harus dipahami dan diimplementasikan dalam keseluruhannya," jelasnya.

Meski begitu, lanjut Retno, belum ada komitmen yang berarti dari junta militer Myanmar dalam mengimplementasikan Konsensus Lima Poin ASEAN sehingga kemajuan yang signifikan belum tampak.

Baca juga: Menlu RI: ASEAN tetap mengacu pada konsensus untuk bantu Myanmar

Menurut Menlu, hal tersebut lantaran isu Myanmar memiliki kompleksitas yang amat besar, berikut akar sejarahnya.

Untuk itu, dalam menjalankan peran keketuaan di ASEAN, Retno menyebut Indonesia akan mendorong langkah maju dalam menyelesaikan krisis politik di Myanmar secara perlahan dan bertahap sebagaimana kutipan the journey of a thousand miles begins with one step.

"Kami paham sekali Indonesia kan etnisnya juga banyak, jadi kami paham akan complexity. Tetapi, at the same time kita ingin ASEAN bersama-sama dan tentunya dengan kerja sama semua stakeholder yang ada di Myanmar, terutama junta militer, agar implementasi Five-Point of Consensus itu dapat maju satu langkah," katanya.

Baca juga: Pengamat: Insentif bisa jadi solusi atasi krisis Myanmar

Retno menyebut dalam menjalankan peran keketuaan ASEAN 2023, Indonesia akan berupaya pula menjalin perjanjian dengan berbagai stakeholders dalam menyelesaikan krisis politik di Myanmar, termasuk memfasilitasi dialog nasional yang inklusif.

"Kantor utsus (utusan khusus) juga mulai melakukan komunikasi dengan utsus-utsus urusan Myanmar dari negara lain dan juga dengan utsus Sekjen PBB sehingga terjadi sebuah sinergi," imbuhnya.

Menlu Retno juga menegaskan dalam menjalankan peran keketuaan ASEAN 2023, Indonesia tidak akan melakukan megaphone diplomacy (diplomasi pengeras suara).

"Kembali ke engagement dengan semua stakeholder, Indonesia paham betul sensitivitasnya masing-masing pihak memerlukan ruang untuk bergerak, space untuk bergerak, untuk berpikir, dan untuk itulah Indonesia tidak akan menggunakan megaphone diplomacy dalam melakukan engagement, terutama di awal-awal keketuaan," jelasnya.

Ia pun menegaskan bahwa upaya membantu Myanmar keluar dari krisis politik tidak akan mengurangi perhatian Indonesia untuk mendorong percepatan pembangunan komunitas ASEAN dalam menjalankan peran keketuaannya.

"Indonesia tidak akan membiarkan isu Myanmar menyandera pembangunan komunitas ASEAN," kata Retno.