Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan pentingnya deteksi dini dalam menangani penyakit kusta di Indonesia.

"Saya kira deteksi dini itu sangat penting sekali kita lakukan. Begitu dapat (menemukan kasus kusta, red.), langsung diobati maka tuntas sehingga tidak akan menimbulkan disabilitas," kata dia dalam acara bertajuk "Lokakarya Nasional Dalam Rangka Memperingati Hari NTDs 2023" di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan penanganan disabilitas kusta masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan.

Baca juga: Kemenkes sebut minat pelajari kusta di kalangan nakes masih minim

Pihaknya mengatakan kasus cacat tingkat 2 di Indonesia jumlahnya kecil. Namun semestinya jumlah tersebut nol kasus.

"Kalau kusta masih ada disabilitas, itu menurut saya, kita masih gagal ya. Hampir enam persen ditemukan (disabilitas akibat kusta, red.). Zaman sekarang kalau obatnya sudah ada, tapi kalau masih ada disabilitas tingkat 2, itu berarti kita masih boleh dikatakan gagal," kata dia.

Kondisi disabilitas pada penderita kusta bisa terjadi bila penyakit kusta tidak segera diobati sehingga mengakibatkan kerusakan saraf progresif yang berujung pada disabilitas.

Maxi Rein Rondonuwu menambahkan Indonesia termasuk tiga negara penyumbang kasus kusta tertinggi di dunia, selain Brazil dan India.

Di Indonesia, ujar dia, prevalensi kusta sudah di bawah target, yaitu lebih kecil dari satu per 10.000 penduduk.

"Tapi pada tahun 2022 menunjukkan bahwa masih ada tujuh provinsi dan 118 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta, yang artinya prevalensinya masih lebih dari satu di antara 10.000 penduduk," kata dia.

Baca juga: UI berdayakan warga eks penderita kusta berkelanjutan di Tangerang
Baca juga: Akademisi dorong mahasiswa berperan bebaskan Indonesia dari kusta