Kemenkes sebut empat masalah gizi pengaruhi kasus stunting
29 Januari 2023 15:54 WIB
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi saat menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait stunting di Gedung Kemenkes RI, Jakarta, Jumat (27/1/2023). ANTARA/Andi Firdaus.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi mengemukakan kasus stunting dipengaruhi weight faltering, underweight, gizi kurang dan gizi buruk.
“Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya, yaitu 'weight faltering', 'underweight', gizi kurang dan gizi buruk," kata Maria Endang Sumiwi yang dikonfirmasi di Jakarta, Ahad.
Weight faltering adalah berat badan pada anak tidak mengalami kenaikan sesuai standar usia pada umumnya. Sedangkan underweight adalah kurus.
"Anak-anak yang 'weight faltering' apabila dibiarkan maka bisa menjadi 'underweight' dan berlanjut menjadi 'wasting'. Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting," katanya.
Untuk menekan laju stunting, kata Endang, maka keempat masalah tersebut perlu dicegah sejak masa kehamilan sampai anak umur 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan.
Intervensi pencegahan juga dilakukan pada periode setelah lahir lewat pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan setiap bulan secara rutin.
Baca juga: Kemenkes: Biskuit PMT berjamur untuk atasi stunting sudah diperiksa
Baca juga: Kemenkes kampanyekan asupan protein hewani untuk cegah stunting
Ia mengatakan ada dua kelompok umur yang sangat signifikan dan penting untuk dilakukan intervensi. Pertama saat kondisi sebelum kelahiran sebesar 18,5 persen dan kelompok usia 6-11 bulan yang meningkat tajam 1,6 kali menjadi 22,4 persen di kelompok usia 12-23 bulan.
"Di titik pertama (sebelum kelahiran) penting untuk intervensi di masa kehamilan. Dan intervensi kedua saat bayi mendapatkan MP-ASI setelah masa ASI eksklusif," katanya.
Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia dengan makanan lokal.
“Jadi kita sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota dengan pangan lokal siap santap oleh Posyandu dan dimasak oleh kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi yang lain," katanya.
Sebanyak 16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.
Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, hal yang paling penting adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar penurunan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira mengatakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan terjadi penurunan angka stunting sebesar 2,8 persen dibandingkan 2021.
"Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen. Jadi turun sebesar 2,8 persen," katanya.
Untuk dapat mencapai target 14 persen di tahun 2024, kata Liza, diperlukan penurunan secara rata rata 3,8 persen per tahun.
Baca juga: Kemenkes: Berikan anak porsi makan sesuai kelompok usianya
Baca juga: Dokter dorong orang tua pantau pertumbuhan anak cegah stunting
“Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya, yaitu 'weight faltering', 'underweight', gizi kurang dan gizi buruk," kata Maria Endang Sumiwi yang dikonfirmasi di Jakarta, Ahad.
Weight faltering adalah berat badan pada anak tidak mengalami kenaikan sesuai standar usia pada umumnya. Sedangkan underweight adalah kurus.
"Anak-anak yang 'weight faltering' apabila dibiarkan maka bisa menjadi 'underweight' dan berlanjut menjadi 'wasting'. Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting," katanya.
Untuk menekan laju stunting, kata Endang, maka keempat masalah tersebut perlu dicegah sejak masa kehamilan sampai anak umur 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan.
Intervensi pencegahan juga dilakukan pada periode setelah lahir lewat pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan setiap bulan secara rutin.
Baca juga: Kemenkes: Biskuit PMT berjamur untuk atasi stunting sudah diperiksa
Baca juga: Kemenkes kampanyekan asupan protein hewani untuk cegah stunting
Ia mengatakan ada dua kelompok umur yang sangat signifikan dan penting untuk dilakukan intervensi. Pertama saat kondisi sebelum kelahiran sebesar 18,5 persen dan kelompok usia 6-11 bulan yang meningkat tajam 1,6 kali menjadi 22,4 persen di kelompok usia 12-23 bulan.
"Di titik pertama (sebelum kelahiran) penting untuk intervensi di masa kehamilan. Dan intervensi kedua saat bayi mendapatkan MP-ASI setelah masa ASI eksklusif," katanya.
Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia dengan makanan lokal.
“Jadi kita sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota dengan pangan lokal siap santap oleh Posyandu dan dimasak oleh kader dengan menu khusus yang memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi yang lain," katanya.
Sebanyak 16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.
Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, hal yang paling penting adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar penurunan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira mengatakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan terjadi penurunan angka stunting sebesar 2,8 persen dibandingkan 2021.
"Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen. Jadi turun sebesar 2,8 persen," katanya.
Untuk dapat mencapai target 14 persen di tahun 2024, kata Liza, diperlukan penurunan secara rata rata 3,8 persen per tahun.
Baca juga: Kemenkes: Berikan anak porsi makan sesuai kelompok usianya
Baca juga: Dokter dorong orang tua pantau pertumbuhan anak cegah stunting
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023
Tags: