Pakar epidemiologi pencemaran udara dan surveilans lingkungan Universitas Indonesia (UI) Budi Haryanto mengajak masyarakat berperan dalam pengurangan emisi karbon dengan membatasi penggunaan listrik di rumah untuk hal-hal yang memang perlu dan seperlunya saja.
"Kalau kita mau berperan, kurangi jumlah penggunaan listrik. Di kota besar siang pun menggunakan lampu, itu dikurangi, AC digunakan saat diperlukan saja, tapi yang terjadi AC nyala terus. Itu hal yang sederhana di level perorangan," kata Budi saat dihubungi ANTARA terkait Hari Pengurangan Emisi Karbon Internasional, Sabtu, 18 Januari 2023.
Ia mengatakan masyarakat harus menyadari bahwa penggunaan listrik sehari-hari juga termasuk dalam pembakaran energi, di mana dalam prosesnya operasional pembangkit listrik menggunakan solar yang menghasilkan emisi karbon.
Baca juga: Transportasi massal solusi tekan emisi karbon
Selain penggunaan listrik, pemakaian kendaraan bermotor untuk perjalanan juga menyebarkan emisi karbon untuk udara. Sehingga, ia berharap masyarakat paham bahwa kegiatan sehari-hari masih bisa memicu munculnya emisi karbon.
"Semakin banyak menggunakan kendaraan bermotor dan listrik, maka itu akan mengemisikan karbon. Kalau masyarakat tahu itu maka mereka akan menyadari," ucapnya.
Menurut Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), UI ini, perlu ada sosialisasi dan penyuluhan untuk memberi edukasi kepada masyarakat tentang emisi karbon yang bisa mencemari udara.
Penerapan gaya hidup ramah lingkungan seperti mematikan lampu atau TV yang tidak digunakan merupakan hasil dari pemahaman yang baik masyarakat, dan ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi masyarakat maupun pihak berwenang.
Cara sederhana yang bisa diterapkan di level masyarakat untuk membantu mengurangi emisi karbon, kata Budi, adalah dengan pemakaian kendaraan bermotor yang seefisien mungkin. Seperti pergi bersama-sama ke beberapa tempat agar tidak menambah pembakaran dari banyak kendaraan yang menyebabkan emisi. Serta mengatur penggunaan listrik di rumah.
Oleh karena itu diperlukan transportasi publik yang nyaman sehingga masyarakat tidak menggunakan kendaraan sendiri, kemudian gunakan lah kendaraan umum bertenaga listrik berbasis baterai, LRT, serta MRT, kata Budi menambahkan.
Baca juga: Kawasan industri RI umumkan siap capai nol emisi karbon di WEF
Baca juga: ITB: Sektor transportasi sumbang 46 persen emisi PM2,5 di Jakarta
Baca juga: Tim peneliti UGM tangkap dan kembalikan karbon ke dalam tanah
"Kalau kita mau berperan, kurangi jumlah penggunaan listrik. Di kota besar siang pun menggunakan lampu, itu dikurangi, AC digunakan saat diperlukan saja, tapi yang terjadi AC nyala terus. Itu hal yang sederhana di level perorangan," kata Budi saat dihubungi ANTARA terkait Hari Pengurangan Emisi Karbon Internasional, Sabtu, 18 Januari 2023.
Ia mengatakan masyarakat harus menyadari bahwa penggunaan listrik sehari-hari juga termasuk dalam pembakaran energi, di mana dalam prosesnya operasional pembangkit listrik menggunakan solar yang menghasilkan emisi karbon.
Baca juga: Transportasi massal solusi tekan emisi karbon
Selain penggunaan listrik, pemakaian kendaraan bermotor untuk perjalanan juga menyebarkan emisi karbon untuk udara. Sehingga, ia berharap masyarakat paham bahwa kegiatan sehari-hari masih bisa memicu munculnya emisi karbon.
"Semakin banyak menggunakan kendaraan bermotor dan listrik, maka itu akan mengemisikan karbon. Kalau masyarakat tahu itu maka mereka akan menyadari," ucapnya.
Menurut Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), UI ini, perlu ada sosialisasi dan penyuluhan untuk memberi edukasi kepada masyarakat tentang emisi karbon yang bisa mencemari udara.
Penerapan gaya hidup ramah lingkungan seperti mematikan lampu atau TV yang tidak digunakan merupakan hasil dari pemahaman yang baik masyarakat, dan ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi masyarakat maupun pihak berwenang.
Cara sederhana yang bisa diterapkan di level masyarakat untuk membantu mengurangi emisi karbon, kata Budi, adalah dengan pemakaian kendaraan bermotor yang seefisien mungkin. Seperti pergi bersama-sama ke beberapa tempat agar tidak menambah pembakaran dari banyak kendaraan yang menyebabkan emisi. Serta mengatur penggunaan listrik di rumah.
Oleh karena itu diperlukan transportasi publik yang nyaman sehingga masyarakat tidak menggunakan kendaraan sendiri, kemudian gunakan lah kendaraan umum bertenaga listrik berbasis baterai, LRT, serta MRT, kata Budi menambahkan.
Baca juga: Kawasan industri RI umumkan siap capai nol emisi karbon di WEF
Baca juga: ITB: Sektor transportasi sumbang 46 persen emisi PM2,5 di Jakarta
Baca juga: Tim peneliti UGM tangkap dan kembalikan karbon ke dalam tanah