Dinkes pastikan kasus campak di Kota Sukabumi bisa dikendalikan
27 Januari 2023 20:51 WIB
Tangkapan layar - Petugas kesehatan memberikan imunisasi tambahan campak rubela dalam Bulan Imunisasi Anak Nasional di Jakarta, Sabtu (13/8/2022) (ANTARA/Instagram/@dinkesdki/Dewa)
Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi memastikan kasus campak di Kota Sukabumi, Jawa Barat, bisa dikendalikan dan tidak pernah menetapkan kejadian luar biasa (KLB) dalam dua tahun terakhir.
"Selama dua tahun terakhir hanya terjadi delapan kasus campak di Kota Sukabumi, di mana dua kasus pada 2021 dan enam kasus pada 2022," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabum Wita Darmawanti di Sukabumi, Jumat.
Menurut Wita, kasus campak yang menyerang anak menjadi perhatian di Indonesia khususnya Kota Sukabumi dalam dua tahun terakhir dikarenakan adanya hambatan dalam memberikan imunisasi akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: Dinkes Tasikmalaya dalami kasus diduga campak menjangkit anak-anak
Meskipun demikian, pihaknya mengapresiasi kesadaran orang tua dalam memberikan imunisasi campak kepada anaknya sebelum terjadinya pandemi COVID-19.
"Namun, yang menjadi perhatian adalah anak-anak yang lahir saat terjadinya pandemi COVID-19 sehingga banyak yang belum mendapatkan imunisasi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau para orang tua khususnya yang belum melakukan imunisasi campak kepada anak untuk segera melakukan imunisasi di puskesmas terdekat.
"Antisipasi meningkatnya kasus campak kami mengimbau kepada warga untuk segera melakukan imunisasi campak, terutama bagi anak yang belum diberikan imunisasi ini," katanya.
Baca juga: Jawa Barat kejar target 95 persen imunisasi tambahan campak-rubela
Wita mengatakan warga pun harus mengetahui cara pencegahan dan penularan, serta mengetahui seseorang tertular penyakit campak seperti mata merah dan sensitif terhadap cahaya, menyerupai gejala pilek, lemas, letih, dan mengalami demam tinggi.
Selain itu, merasakan sakit dan nyeri pada persendian, kehilangan selera makan, diare dan terlihat bercak kecil putih keabu-abuan pada mulut dan tenggorokan pasien.
"Jika gejala ini terlihat pada anak atau keluarga maka segera dilarikan ke rumah sakit atau membawanya ke dokter," kata Wita.
Baca juga: Pemkot Jakut imunisasi campak dan rubela "door to door"
"Selain itu, yang harus diketahui oleh warga bahwa penularan penyakit yang disebabkan oleh virus dari famili paramyxovirus yakni dari percikan air liur pasien campak saat bersin atau batuk dan barang yang pernah digunakan makan atau minum pasien campak yang belum dicuci karena virus ini bisa bertahan hidup di suatu barang dalam beberapa lama," katanya.
"Selama dua tahun terakhir hanya terjadi delapan kasus campak di Kota Sukabumi, di mana dua kasus pada 2021 dan enam kasus pada 2022," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabum Wita Darmawanti di Sukabumi, Jumat.
Menurut Wita, kasus campak yang menyerang anak menjadi perhatian di Indonesia khususnya Kota Sukabumi dalam dua tahun terakhir dikarenakan adanya hambatan dalam memberikan imunisasi akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: Dinkes Tasikmalaya dalami kasus diduga campak menjangkit anak-anak
Meskipun demikian, pihaknya mengapresiasi kesadaran orang tua dalam memberikan imunisasi campak kepada anaknya sebelum terjadinya pandemi COVID-19.
"Namun, yang menjadi perhatian adalah anak-anak yang lahir saat terjadinya pandemi COVID-19 sehingga banyak yang belum mendapatkan imunisasi," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau para orang tua khususnya yang belum melakukan imunisasi campak kepada anak untuk segera melakukan imunisasi di puskesmas terdekat.
"Antisipasi meningkatnya kasus campak kami mengimbau kepada warga untuk segera melakukan imunisasi campak, terutama bagi anak yang belum diberikan imunisasi ini," katanya.
Baca juga: Jawa Barat kejar target 95 persen imunisasi tambahan campak-rubela
Wita mengatakan warga pun harus mengetahui cara pencegahan dan penularan, serta mengetahui seseorang tertular penyakit campak seperti mata merah dan sensitif terhadap cahaya, menyerupai gejala pilek, lemas, letih, dan mengalami demam tinggi.
Selain itu, merasakan sakit dan nyeri pada persendian, kehilangan selera makan, diare dan terlihat bercak kecil putih keabu-abuan pada mulut dan tenggorokan pasien.
"Jika gejala ini terlihat pada anak atau keluarga maka segera dilarikan ke rumah sakit atau membawanya ke dokter," kata Wita.
Baca juga: Pemkot Jakut imunisasi campak dan rubela "door to door"
"Selain itu, yang harus diketahui oleh warga bahwa penularan penyakit yang disebabkan oleh virus dari famili paramyxovirus yakni dari percikan air liur pasien campak saat bersin atau batuk dan barang yang pernah digunakan makan atau minum pasien campak yang belum dicuci karena virus ini bisa bertahan hidup di suatu barang dalam beberapa lama," katanya.
Pewarta: Aditia Aulia Rohman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: