BKKBN anjurkan makanan tambahan posyandu gunakan protein hewani
25 Januari 2023 16:28 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN di Jakarta, Rabu (25/1/2023). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti/am.
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menganjurkan agar pemberian makanan tambahan (PMT) yang diberikan pada balita oleh posyandu, harus menggunakan protein hewani dibandingkan memberi biskuit dengan karbohidrat tinggi.
“Skenario pemberian makanan tambahan itu ada dalam Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana ini dikelola oleh pemerintah daerah terutama yang kemampuan keuangannya rendah,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN di Jakarta, Rabu.
Hasto menyatakan Presiden RI Joko Widodo, sudah mengarahkan langsung supaya makanan tambahan bagi anak berusia di atas 6 bulan untuk menggunakan produk lokal yang banyak mengandung protein hewani.
Sebelumnya, makanan tambahan yang disediakan posyandu berupa biskuit saja. Nyatanya dalam pemantauan percepatan penurunan stunting, Presiden menilai biskuit tidak efisien untuk mencegah stunting pada anak.
“Arahan Bapak Presiden memberikan produk lokal, tidak pabrikan dan tidak banyak karbohidrat. Ini penting sekali, produk lokal itu tidak mahal. Selemah-lemahnya satu telur sehari sudah baik, lele juga bagus tidak harus beli ikan tuna atau salmon. Beli ikan kembung saja sudah sama kandungannya,” katanya.
Hasto menambahkan pemerintah daerah sudah disediakan DAK untuk memberikan makanan tambahan. Dimana dalam peredaran dana berada dalam pengawasan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di daerah yang terdiri dari wakil kepala daerah, kader PKK, camat dan kepala desa.
Pengawasan di tingkat kecamatan, juga dipantau melalui kewajiban untuk mengadakan mini lokakarya setidaknya sebulan sekali. Sementara di tingkat kabupaten, harus mulai menggencarkan audit kasus stunting setahun dua kali.
Hal lain yang Hasto minta dijadikan perhatian semua pihak adalah pengukuran tumbuh kembang anak di posyandu. Diharapkan 300 ribu posyandu yang dimiliki Indonesia, bisa mempunyai alat ukur seperti antropometrinya masing-masing sehingga mempermudah pendataan dalam metode yang seragam.
“Sebetulnya melalui posyandu itu sebenarnya melalui pengukuran di seluruh Indonesia ini belum seragam. Banyak bupati dan walikota yang protes hasil SSGI yang dilaunching Menkes karena dia merasa angkanya sudah lebih rendah daripada yang dilaunching. Mereka mengukurnya pakai ukuran mereka” katanya.
Presiden RI Joko Widodo ikut menekankan penanganan stunting mulai tahun ini, tidak boleh lagi memberikan bantuan berupa biskuit di posyandu.
Jokowi mengarahkan semua pihak harus mendorong pemberian pangan lokal, serta memberikan protein hewani pada anak untuk mencegah stunting.
"Kalau telur ikan kan gampang busuk gampang rusak telur, ini cari mudahnya saja, jangan dilakukan lagi, kalau anaknya bayinya harus diberikan telur ya telur, dengan ikan ya ikan,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan mengaku sudah diperingatkan para ahli, untuk berhenti memberikan biskuit dan mendorong pemenuhan gizi anak lewat protein hewani.
Dirinya sudah disarankan untuk mementingkan pemberian protein hewani seperti dari telur, ikan atau ayam. Mengingat salah satu masa rawan terjadi stunting ketika anak sudah berusia lebih dari 6 bulan dan perlu mendapatkan makanan tambahan.
Budi juga mengumumkan berdasarkan data SSGI 2022 angka stunting turun menjadi 21,6 persen, setelah sebelumnya berada pada angka 24,4 persen pada tahun 2021.
Baca juga: Presiden tekankan pentingnya pencegahan stunting sejak masa pra-nikah
Baca juga: Kapolri: Ibu yang beri bayi kopi susu sachet sudah diberi bantuan
“Skenario pemberian makanan tambahan itu ada dalam Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana ini dikelola oleh pemerintah daerah terutama yang kemampuan keuangannya rendah,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN di Jakarta, Rabu.
Hasto menyatakan Presiden RI Joko Widodo, sudah mengarahkan langsung supaya makanan tambahan bagi anak berusia di atas 6 bulan untuk menggunakan produk lokal yang banyak mengandung protein hewani.
Sebelumnya, makanan tambahan yang disediakan posyandu berupa biskuit saja. Nyatanya dalam pemantauan percepatan penurunan stunting, Presiden menilai biskuit tidak efisien untuk mencegah stunting pada anak.
“Arahan Bapak Presiden memberikan produk lokal, tidak pabrikan dan tidak banyak karbohidrat. Ini penting sekali, produk lokal itu tidak mahal. Selemah-lemahnya satu telur sehari sudah baik, lele juga bagus tidak harus beli ikan tuna atau salmon. Beli ikan kembung saja sudah sama kandungannya,” katanya.
Hasto menambahkan pemerintah daerah sudah disediakan DAK untuk memberikan makanan tambahan. Dimana dalam peredaran dana berada dalam pengawasan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di daerah yang terdiri dari wakil kepala daerah, kader PKK, camat dan kepala desa.
Pengawasan di tingkat kecamatan, juga dipantau melalui kewajiban untuk mengadakan mini lokakarya setidaknya sebulan sekali. Sementara di tingkat kabupaten, harus mulai menggencarkan audit kasus stunting setahun dua kali.
Hal lain yang Hasto minta dijadikan perhatian semua pihak adalah pengukuran tumbuh kembang anak di posyandu. Diharapkan 300 ribu posyandu yang dimiliki Indonesia, bisa mempunyai alat ukur seperti antropometrinya masing-masing sehingga mempermudah pendataan dalam metode yang seragam.
“Sebetulnya melalui posyandu itu sebenarnya melalui pengukuran di seluruh Indonesia ini belum seragam. Banyak bupati dan walikota yang protes hasil SSGI yang dilaunching Menkes karena dia merasa angkanya sudah lebih rendah daripada yang dilaunching. Mereka mengukurnya pakai ukuran mereka” katanya.
Presiden RI Joko Widodo ikut menekankan penanganan stunting mulai tahun ini, tidak boleh lagi memberikan bantuan berupa biskuit di posyandu.
Jokowi mengarahkan semua pihak harus mendorong pemberian pangan lokal, serta memberikan protein hewani pada anak untuk mencegah stunting.
"Kalau telur ikan kan gampang busuk gampang rusak telur, ini cari mudahnya saja, jangan dilakukan lagi, kalau anaknya bayinya harus diberikan telur ya telur, dengan ikan ya ikan,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan mengaku sudah diperingatkan para ahli, untuk berhenti memberikan biskuit dan mendorong pemenuhan gizi anak lewat protein hewani.
Dirinya sudah disarankan untuk mementingkan pemberian protein hewani seperti dari telur, ikan atau ayam. Mengingat salah satu masa rawan terjadi stunting ketika anak sudah berusia lebih dari 6 bulan dan perlu mendapatkan makanan tambahan.
Budi juga mengumumkan berdasarkan data SSGI 2022 angka stunting turun menjadi 21,6 persen, setelah sebelumnya berada pada angka 24,4 persen pada tahun 2021.
Baca juga: Presiden tekankan pentingnya pencegahan stunting sejak masa pra-nikah
Baca juga: Kapolri: Ibu yang beri bayi kopi susu sachet sudah diberi bantuan
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023
Tags: