Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden meminta pemerintah daerah mempercepat penerbitan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digital agar persoalan tata ruang tidak lagi menghambat pertumbuhan investasi di daerah.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Albertien Enang Pirade dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengemukakan belum tuntasnya persoalan penataan perizinan lokasi atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) di daerah, di antaranya karena tidak adanya RDTR.

Menurutnya, pemda tidak segera menerbitkan Perda tentang RDTR dan menindaklanjutinya dengan pembuatan RDTR digital yang terintegrasi dengan Online Single Submission Risk based Approach (OSS RBA) sehingga sampai saat ini dari target 1.838 RDTR dalam RPJMN 2020-2024, baru 118 RDTR yang telah terintegrasi dengan OSS.

“Peran pemda dan Kementerian ATR/BPN menjadi kunci percepatan RDTR digital,” jelas Albertien.

Dia menyampaikan selama ini pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah sudah bekerja sama dalam penyediaan RDTR.

Dalam hal ini pemerintah pusat berperan memfasilitasi asistensi peraturan daerah, bimbingan teknis, layanan konsultasi, hingga pembuatan peta dasar, sedangkan pemerintah daerah berkomitmen merampungkan Perda tentang RDTR.

Hanya saja dalam pelaksanaannya, menurut Albertien, masih menemui sejumlah kendala, mulai dari keterbatasan data dan informasi untuk peta dasar wilayah, penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan RDTR yang belum menjadi prioritas, keterbatasan SDM berupa tenaga ahli perencanaan wilayah, hingga keterbatasan APBD.

“Soal anggaran, dalam waktu dekat KSP dan Kementerian ATR/BPN akan melakukan pertemuan membahas Dana Alokasi Khusus kepada daerah untuk percepatan penyusunan RDTR,” terangnya.