Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 5 persen pada 2023, yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

"Perekonomian Indonesia kita perkirakan masih dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan sebagian besar negara lain. Kita perkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia sekitar 5 persen, ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah," kata Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini saat konferensi pers dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Novita mengatakan inflasi diperkirakan melandai ke posisi 3,8 persen setelah meredanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kepada konsumen. Sementara itu, tekanan pada kurs rupiah juga diproyeksikan mereda, yang didorong oleh kuatnya fundamental ekonomi Indonesia.

Menurut dia, ekonomi domestik yang stabil akan menjadi katalis pertumbuhan bisnis yang sehat bagi industri perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan pada 2023 diperkirakan berada di kisaran 7-9 persen, dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada level 7,2-8,5 persen.

"Target pertumbuhan BNI tahun 2023 sebesar 7-9 persen, tentunya dengan mempertimbangkan pertumbuhan PDB yang moderat," ujarnya.

Ia menuturkan mayoritas sektor ekonomi telah mengalami pemulihan pascapandemi COVID-19 sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada 2023, BNI akan terus konsisten memfokuskan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan dengan mengutamakan kualitas.

BNI melakukan transformasi dengan fokus membangun portfolio kredit yang sehat melalui ekspansi pada debitur top tier di masing-masing industri dan regional.

Bank tersebut juga fokus mengembangkan solusi transaksi dan ekosistem dalam memenuhi kebutuhan nasabah, meningkatkan Current Account Saving Account (CASA) dan fee based income (FBI) serta mengembangkan infrastruktur teknologi serta inovasi digital.

Margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) akan dijaga di kisaran 4,7 persen, salah satunya dengan tetap menjaga perbaikan kualitas aset sehingga dapat menghasilkan margin yang optimal.

"Strategi pertumbuhan konservatif selama dua tahun ini memberikan hasil di mana kami memproyeksikan cost of credit akan turun di bawah 1,5 persen di tahun 2023. Hal ini disebabkan karena perbaikan NPL (Non-Performing Loan) yang semula dari 3 persen menjadi sekitar 2,5 persen," katanya.


Baca juga: Sri Mulyani akan terus jaga pemulihan perekonomian nasional
Baca juga: Kemenkeu optimis pertumbuhan ekonomi RI capai 5 persen tahun ini
Baca juga: Apindo: Pertumbuhan ekonomi harus didukung penciptaan lapangan kerja