Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebut skema pembiayaan pelaksanaan ibadah haji harus proporsional, sebab sejak 2010 hingga 2022 penggunaan dana dari nilai manfaat terus mengalami kenaikan.

"Dari 2010 sampai saat ini terjadi kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji yang signifikan. Ini termasuk inflasi dan kurs dolar terhadap rupiah," kata Kepala BPKH Fadlul Imamsyah di Jakarta, Selasa.

Ia memaparkan pada 2010 nilai manfaat yang dikeluarkan hanya Rp4,45 juta (13 persen) dan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) Rp30,05 juta (87 persen) dari total biaya penyelenggaraan haji (BPIH) Rp34,50 juta.

Pada 2011, nilai manfaat sebesar Rp7,31 juta (19 persen) dan Bipih Rp32,04 juta (81 persen) dari total BPIH Rp39,34 juta. Kemudian tahun 2012 hingga 2022 rincian penggunaan nilai manfaat menjadi 19 persen (2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), dan 49 persen (2018 dan 2019).

Kemudian pada 2022, karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji (saat jamaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.

"Sekarang (2023) angkanya sekitar Rp98 jutaan juga. Jadi nilai manfaat yang dibayarkan harusnya naik dua kali lipat dari biasanya. Secara angka, dari cuma nilai manfaat Rp30 jutaan menjadi hampir Rp60 juta," katanya.

Maka dari itu, skema yang diusulkan Kementerian Agama untuk penyelenggaraan ibadah haji 2023 yakni 30 persen dari nilai manfaat dan 70 persen dari Bipih sudah ideal demi menjaga keberlangsungan keuangan haji.

"Maka usulannya 70:30, ini sudah pas dengan angka-angka tahun sebelumnya berdasarkan rata-rata nilai manfaat yang dibagikan," kata dia.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief mengatakan komposisi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan nilai manfaat harus proporsional, jika tidak maka nilai manfaat yang dikelola BPKH akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiayaan haji jangka panjang.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," kata Hilman.

Dalam rapat bersama Komisi VIII DPR, Kemenag mengusulkan rerata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69 juta. Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98 juta, sementara sisanya dari nilai manfaat BPKH.


Baca juga: Presiden: Biaya haji masih dipelajari, belum final

Baca juga: Kemenkeu mendorong BPKH meningkatkan nilai manfaat dana haji

Baca juga: Nilai usulan BPIH DPRD NTB sebesar Rp 69 juta terlalu memberatkan

Baca juga: Al-Washliyah Sumut meminta pemerintah mengkaji usulan biaya haji Rp 69 juta