Walhi apresiasi KLHK terkait penanganan limbah udara di Aceh
20 Januari 2023 18:36 WIB
Tim KLHK beserta Walhi Aceh dalam pertemuan dengan kelompok perempuan di Kabupaten Aceh Timur, membahas pencemaran udara dampak dari produksi migas di Kabupaten Aceh Timur. ANTARA/HO/Dok Walhi Aceh.
Banda Aceh (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengapresiasi respons cepat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menangani pencemaran limbah udara dari proses produksi perusahaan migas di Kabupaten Aceh Timur.
"Kami mengapresiasi dan menyambut baik niat baik KLHK yang turun langsung bertemu, berdiskusi dan mendengar keluhan warga terkait kebauan yang diduga bersumber dari proses produksi PT Medco E&P Malaka," kata Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin di Banda Aceh, Jumat.
Ahmad Shalihin mengatakan Tim Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) KLHK bertemu dengan warga setelah kelompok perempuan Gampong Blang Nisam, Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur, bersama Walhi Aceh melaporkan kebauan tersebut.
Sejak 2019 hingga akhir 2022, kata Ahmad Shalihin, 13 orang lebih yang menjadi korban, baik yang dirawat karena kebauan dari proses produksi perusahaan migas tersebut. Korban meliputi perempuan, anak, ibu hamil hingga lanjut usia.
"Kedatangan tim KLHK berdiskusi dengan kelompok perempuan merupakan langkah maju atas perjuangan warga yang tinggal di lingkar tambang perusahaan tersebut untuk mencari keadilan atas hak hidup sehat mereka," kata Ahmad Shalihin.
Tim KLHK berjumlah dua orang didampingi Walhi Aceh bertemu dengan perwakilan kelompok perempuan di Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur, pada Rabu (18/1). Tim juga meninjau ke sejumlah titik perumahan warga yang berdekatan dengan perusahaan.
"Dalam pertemuan berlangsung selama dua jam lebih itu, tim KLHK menjaring aspirasi warga terkait kebauan, dampak kesehatan hingga pengelolaan dana sosial perusahaan," kata dia.
Masyarakat, kata Ahmad Shalihin, mengungkapkan keluhan mereka akibat kebauan tersebut. Di antaranya sesak napas, mual, muntah-muntah, pusing, lemas hingga ada yang pingsan setelah menghirup bau busuk dari limbah proses produksi perusahaan migas.
Hal lain mengemuka dalam pertemuan tersebut, masyarakat yang tinggal di lingkar tambang ternyata tidak mengetahui pengetahuan mitigasi bila sewaktu-waktu terjadi kebocoran atau kejadian luar biasa lainnya dari proses produksi minyak dan gas.
Oleh karena itu, kata Ahmad Shalihin, Walhi Aceh mengharapkan KLHK maupun pihak perusahaan harus segera menyelesaikan permasalahan kebauan yang dialami masyarakat di lingkar tambang migas tersebut.
"Kami terus mengadvokasi masyarakat terkait pencemaran udara ini dengan mediasi. Dan tidak tertutup kemungkinan, kami akan menempuh jalur hukum, jika penanganan dengan mediasi tidak selesai," katanya.
Baca juga: Walhi minta Pemkot Bengkulu menerapkan perda pengelolaan sampah
Baca juga: Walhi tolak Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Jambi
.Baca juga: Program pilah sampah dari rumah cegah limbah mikroplastik di Mataram
"Kami mengapresiasi dan menyambut baik niat baik KLHK yang turun langsung bertemu, berdiskusi dan mendengar keluhan warga terkait kebauan yang diduga bersumber dari proses produksi PT Medco E&P Malaka," kata Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin di Banda Aceh, Jumat.
Ahmad Shalihin mengatakan Tim Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) KLHK bertemu dengan warga setelah kelompok perempuan Gampong Blang Nisam, Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur, bersama Walhi Aceh melaporkan kebauan tersebut.
Sejak 2019 hingga akhir 2022, kata Ahmad Shalihin, 13 orang lebih yang menjadi korban, baik yang dirawat karena kebauan dari proses produksi perusahaan migas tersebut. Korban meliputi perempuan, anak, ibu hamil hingga lanjut usia.
"Kedatangan tim KLHK berdiskusi dengan kelompok perempuan merupakan langkah maju atas perjuangan warga yang tinggal di lingkar tambang perusahaan tersebut untuk mencari keadilan atas hak hidup sehat mereka," kata Ahmad Shalihin.
Tim KLHK berjumlah dua orang didampingi Walhi Aceh bertemu dengan perwakilan kelompok perempuan di Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur, pada Rabu (18/1). Tim juga meninjau ke sejumlah titik perumahan warga yang berdekatan dengan perusahaan.
"Dalam pertemuan berlangsung selama dua jam lebih itu, tim KLHK menjaring aspirasi warga terkait kebauan, dampak kesehatan hingga pengelolaan dana sosial perusahaan," kata dia.
Masyarakat, kata Ahmad Shalihin, mengungkapkan keluhan mereka akibat kebauan tersebut. Di antaranya sesak napas, mual, muntah-muntah, pusing, lemas hingga ada yang pingsan setelah menghirup bau busuk dari limbah proses produksi perusahaan migas.
Hal lain mengemuka dalam pertemuan tersebut, masyarakat yang tinggal di lingkar tambang ternyata tidak mengetahui pengetahuan mitigasi bila sewaktu-waktu terjadi kebocoran atau kejadian luar biasa lainnya dari proses produksi minyak dan gas.
Oleh karena itu, kata Ahmad Shalihin, Walhi Aceh mengharapkan KLHK maupun pihak perusahaan harus segera menyelesaikan permasalahan kebauan yang dialami masyarakat di lingkar tambang migas tersebut.
"Kami terus mengadvokasi masyarakat terkait pencemaran udara ini dengan mediasi. Dan tidak tertutup kemungkinan, kami akan menempuh jalur hukum, jika penanganan dengan mediasi tidak selesai," katanya.
Baca juga: Walhi minta Pemkot Bengkulu menerapkan perda pengelolaan sampah
Baca juga: Walhi tolak Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Jambi
.Baca juga: Program pilah sampah dari rumah cegah limbah mikroplastik di Mataram
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023
Tags: